Sabtu, 03 Desember 2016

KAJIAN UNDANG-UNDANG NO.14 TAHUN 2005 TENTANG KOMPETENSI GURU



PEMBAHASAN
A.  Undang-Undang no 14 Tahun 2005 tentang Kualifikasi dan Kompetensi Guru
           Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kualifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu. Jadi, kualifikasi mendorong seseorang untuk memiliki suatu “keahlian atau kecakapan khusus”. (Pusat Bahasa Depdiknas, 2001:603). Pelaksanaan sistem pendidikan selalu mengacu pada landasan pedagogik diktaktik. Untuk melihat kualifikasi profesional guru dalam kesatuan paket yakni pendidik, pengajar dan pelatih sebagai satu kesatuan operasional yang tidak dapat terpecah-pecah. (Paul Suparno, 2002)
           Menurut Anwar Jasin kualifikasi guru dapat dipandang sebagai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang mumpuni. Bahkan, kualifikasi terkadang dapat dilihat dari segi derajat lulusannya. Seperti dalam UU Sisdiknas 2003, ditetapkan bahwa guru Sekolah Dasar (SD) saja harus lulusan Strara S-1, apalagi bagi guru yang mengajar pada tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU). Untuk mengukur kemampuan kualifikasi guru dapat ditilik dari tiga hal. Pertama, memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kualitas seperti ini tercermin dari diri pendidik. Adapun persyaratan yang harus dimiliki oleh jiwa pendidik antara lain:
a.    Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.    Berwawasan ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
c.    Berkepribadian dewasa, terutama dalam melaksanakan fungsinya, sebagai orangtua kedua, in loco parentis, bagi siswa-siswanya
d.   Mandiri (independen judgement), terutama dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
e.    Penuh rasa tanggungjawab, mengetahui fungsi, tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik guru dan pelatih, serta mampu memutuskan sesuatu dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsi, tugas dan tanggungjawabnya, tidak menyalahkan pihak orang lain dalam memikul konsekuensi dari keputusannya terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas,
f.     Berwibawa, mempunyai kelebihan terhadap para siswanya terutama penguasaan materi pelajaran dan ketrampilan megerjakan sesuatu dalam pembelajaran dan pengelolaan kelas.
g.    Berdisiplin, mematuhi ketentuan peraturan dan tata tertib sekolah dan kelas.
h.    Berdedikasi, memperlihatkan ketekunan dalam melaksanakan tugas membimbing, mengajar dan melatih para siswanya, sebagai pengabdi atau ibadat.
           Kedua, memiliki kemampuan umum sebagai pengajar. Sebagai pengajar, seorang guru, di samping memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik, juga perlu dan harus memiliki kemampuan sebagai prasyarat untuk mencapai kemampuan khusus dalam rangka memperoleh kualifikasi dan kewenangan mengajar. Kemampuan umum itu terdiri dari atas penguasaan antara lain:
a.       Ilmu pendidikan atau pedagogik, didaktik dan metodik umum, psikologi belajar, ilmu-ilmu keguruan lain yang relevan dengan jenis jenjang pendidikan.
b.      Bahan kajian a6kademik yang relevan dengan isi dan bahan pelajaran (kurikulum) yang diajarkannya
c.       Materi kurikulum (isi dan bahan pelajaran) yang relevan dan cara-cara pembelajaran yang digunakan sebagai pedomn kegiatan belajar mengajar
d.      Kemahiran mengoperasionalkan kurikulum (GBPP) termasuk pembuatan satuan pelajaran, persiapan mengajar harian, merancang KBM, dan lain-lain.
e.       Kemahiran pembelajaran dan mengelola kelas.
f.       Kemahiran memonitor dan mengevaluasi program, proses kegiatan dan hasil belajar.
g.      Bersikap kreatif dan inovatif dlmelaksanakan kurikulum, serta mengatasi masalah-masalah praktis pembelajaran dan pengelolaan kelas.
           Ketiga, mempunyai kemampuan khusus sebagai pelatih. Kemampuas khusus ini bertujuan untuk melatih para siswanya agar terampil menguasai materi pelajaran. Terutama mata pelajaran yang membutuhkan ketrampilan langsung dari siswa. Karena itu, untuk memperoleh kewenangan mengajar, guru berkewajiban menjabarkan program pembelajaran yang tertera dalam rancangan kurikulum ke dalam sistem belajaran yang yang lebih bersifat operasional.
           Untuk mempermudah dalam proses belajar mengajar, para guru diminta memiliki keahlian khusus dalam mendesain pengajaran secara mandiri. Materi atau mata pelajaran butuh penjabaran teknis yang harus dilakukan guru, supaya dapat diterima oleh peserta didik dengan mudah. (Anwar Jasin, tt:34-40)
           Dengan demikian, modal kualifikasi kependidikan yang ditawarkan di atas, diharapkan bisa meringankan tugas guru dalam menghadapi masa depan dapat bermain secara tepat dan cermat. Sebab, jika tingkat kompetitif guru yang dihadapi dengan kualifikasi kependidikan, maka eksistensi guru akan tetap survive dengan sendirinya. Bahkan prospek masa depannya juga akan semakin baik serta banyak yang akan membutuhkan dan mencarinya
           Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat (pasal 9); dan Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (pasal 10).
           Selanjutnya ditegaskan bahwa “guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama sepuluh tahun sejak berlakunya undang-undang ini” (pasal 82 ayat 2). Konsekuensi logis dari pemberlakuan undang-undang tersebut, pemerintah dan penyelenggara pengadaan tenaga kependidikan atau Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) diharapkan dapat segera memfasilitasi pelaksanaan program percepatan peningkatan kualifikasi akademik guru dengan akses yang lebih luas, berkualitas dan tidak mengganggu tugas serta tanggung jawabnya di sekolah.
Dalam hal mendefinisikan kompetensi guru banyak sekali berbagai pendapat seperti                      Dalam Undang-Undang tentang Guru dan Dosen menjelaskan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. (UU guru dan Dosen Pasal 1 ayat 1,2006:3)
           Dalam undang-undang ini (pasal 10 ayat 1) kompetensi guru di kelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu kompetensi Pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi professional.
a)   Kompetensi Pedagogik
        Kompetensi pedagogic adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Termasuk ke dalam kemampuan ini antara lain sub-sub kemampuan.
a.    Menata ruang kelas
b.    Menciptakan iklim kelas yang kondusif
c.    Memotivasi siswa agar bergairah belajar
d.   Memberi penguatan verbal maupun non verbal
e.    Memberikan petunjik-petunjuk yang jelas kepada siswa
f.     Tanggap terhadap gangguan kelas
g.    Menyegarkan kelas jika kelas mulai lelah
b)   Kompetensi Kepribadian
        Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Termasuk dalam kemampuan ini antara lain sub-sub kemampuan.
a.    Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.    Memahami tujuan pendidikan dan pembelajaran
c.    Memahami diri (mengetahui kekurangan dan kelebihan dirinya)
d.   Mengembangkan diri
e.    Menunjukan keteladanan kepada peserta didik
f.     Menunjukkan sikap demokrasi, toleransi, tenggang rasa, jujur, adil, tanggung jawab, disiplin, santun, bijaksana dan kreatif
c)    Kompetensi Sosial
        Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan dengan peserta didik., sesame guru, orang tua / wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Temasuk dalam Kemampuan ini adalah.
a.    Luwes bergaul dengan sisiwa, sejawat dan masyarakat
b.    Bersikap ramah, akrab dan hangat terhadap siswa, sejawat dan masyarakat
c.    Bersikap simpatik dan empatik
d.   Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial
d)   Kompetensi Profesional
        Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.
        Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik.
        Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi; pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian akademik. Pengembangan profesi meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4) menulis makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku pelajaran, (7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian ilmiah (action research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat peraga/media, (12) menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
        Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami hubungan pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah. Penguasaan bahan kajian akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai substansi materi, (3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa.
        Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4) pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan.
B.     Pasal-Pasal dan Bunyi dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Kompetensi Guru
           UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 pada bagian kesembilan tentang Organisasi Profesi dan Kode Etik pasal 41 berbunyi : (1) Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen, (2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. (3) guru wajib menjadi anggota suatu organisasi profesi. (4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Selanjutnya pada pasal 42 ditegaskan organisasi profesi guru mempunyai kewenangan: a) menetapkan dan menegakkan kode etik guru; b) memberikan bantuan hukum kepada guru; c) memberikan perlindungan profesi kepada guru yang menjadi anggota; d) melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru yang menjadi anggota; dan e) memajukan pendidikan nasional.
           Sertifikasi guru merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru, serta berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran. Dengan terlaksananya sertifikasi guru, diharapkan akan berdampak pada meningkatnya mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
           Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Bab IV bagian sembilan disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud disini adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru disebut sertifikasi guru, dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen. Dan penjelasannya sebagai berikut :
Pasal 8
”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Pasal 9
”Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat”.
Pasal 10
(1)         “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
(2)         “Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Pasal 11
(1)         ”Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan”.
(2)         ”Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah”.
(3)         ”Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel”.
(4)         ”Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1)         “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”.
(2)         “Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
C.    Analisis Pasal-Pasal dalam Undang-Undang no 14 Tahun 2005
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Penjelasan       : 
Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikasi keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain memiliki kualifikasi akademik seorang guru juga harus memiliki beberapa kompetensi, kompetensi tersebut yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional seperti yang dijelaskan dalam pasal 10 ayat 1.
Sehat jasmani dan rohani . Guru harus sehat jasmani, tidak berpenyakit terutama penyakit menular. Hal ini penting karena pekerjaan guru sehari hari berinteraksi dengan peserta didik.Pernah terjadi kasus, seorang guru SD X terkena penyakit menular. Guru tersebut tidak diperkenankan mengajar dan diberikan tugas tugas administrasi. Selain tidak berpenyakit, guru juga tidak cacat fisik (pincang misalnya) yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas.Termasuk ke dalam persyaratan kesehatan jasmani adalah buta warna. Guru seharusnya tidak buta warna. Guru juga harus sehat rohani (mental), tidak terganggu mentalnya (neurose) dan sakit jiwanya (psychose).Tugas guru tidak mungkin dilaksanakan oleh orang orang yang mengidap neurose dan psychose.
Seorang guru juga harus memiliki kamampua untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasionalPersyaratan ini lebih mengarah pada tugas guru sebagai pengajar.Guru harus mampu mengutarakan peserta didiknya mencapai tujuan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan berpegang pada herarki tujuan pendidikan, tercapainya tujuan pembelajaran mengandung arti tercapainya tujuan kurikuler.Tercapainya tujuan kurikuler mengandung arti tercapainya tujuan lembaga dan tercapainya tujuan lembaga memiliki makna tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
“Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat”.
Penjelasan : 
Mencermati pasal 9 undang undang ini, tersirat adanya persyaratan untuk menjadi guru minimal berijazah sarjana (S1) atau diploma empat (D4), dengan tidak membedakan apakah itu guru SD, guru SMP atau guru pada jenjang pendidikan menengah. Berdasarkan pengalaman, Persyratan ini memiliki sifat dinamis dalam arti dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnilogi serta seni.
Pasal 10
1.      “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
2.      “Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Penjelasan :
Pasal 10 ayat 1
Kompetensi paedagogik merupakan “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Kompetensi ini  dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. Misalnya sebelum mengajar guru membuat rencana pelaksanaan pembelajaran terlebih dahulu yang didalamnya mencakup bagagaimana proses belajar mengajar nantinya akan dilaksanakan sehingga guru tidak akan bingung dalam mengelola kelas  dan memberikan penilaianKemampuan Pribadi. Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia.  Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya). Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Misalnya dalam bertutur kata atau dalam bertingkah laku harus sopan sehingga guru tersebut mampu menjadi panutan bagi peserta didik.
Kemampuan Sosial. Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Misalnya pada saat guru menjelaskan materi didepan kelas, ada interaksi dengan siswa
Kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”.Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya. Misalnya Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Guru bertanggungjawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar.
Pasal 10 ayat 2
Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru meliputi kompetensi pedagogik,kepribadian,sosial dan profesional sebagaimana telah dijelaskan pada ayat
Pasal 11
1. “Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan”.
2. “Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah”.
3. “Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel”.
4. “Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Penjelasan :
Pasal 11 ayat 1
Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi.Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
Pasal 11 ayat 2
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenanga profesional.
Pasal 11 ayat 3
Objektif yaitu mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidik yang impartial, tidak diskriminatif, dan memenuhi standar pendidikan nasional. Transparan yaitu mengacu kepada proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan untuk memperoleh akses informasi tentang proses dan hasil sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan secara administratif, finansial, dan akademik.
Pasal 11 ayat 4
Secara umum tujuan sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan mutu dan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan meningkatkan kompetensi peserta agar mencapai standar kompetensi yang ditentukan.Ketentuan-ketentuan mengenai sertifikasi lebih lanjut telah dijelaskan pada ayat 1 sampai ayat 3.
Pasal 12
“Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu”.
Penjelasan :
Maksudnya setiap orang yang telah memiliki sertifikat pendidik memiliki hak untuk menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 13
1. “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”.
2. “Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Penjelasan :
Pasal 13 ayat 1
Maksudnya pemerintah menyediakan anggaran yang akan digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan di Indonesia salah satunya adalah penyelenggaraan beasiswa untuk guru atau calon pendidik yang berprestasi supaya memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang diharapkan sebagai seorang pendidik yang profesional.
D.    Implementasi Undang-Undang No. 14 Bagi Guru Dan Dosen
1.     UU Guru dan Dosen Lemah Implementasi.
           Mencermati setelah dua tahun (30 Desember 2005) disahkan Presiden RI, UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU GD) kelihatan kelemahan dalam implementasinya. Hal itu diungkapkan Direktur Centre for Education Studies (CES) Jateng Hery Nugroho (15/10). Ia merujuk pada pasal 35 ayat 2 yang berbunyi beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 minggu. Dalam pasal tersebut, menurut dia, tidak menunjukkan guru sebagai profesi, tetapi menempatkan guru sebagai buruh. ”Hal ini jelas menyalahi sendiri tujuan awal pembuatan UU GD”. Pasal tersebut menyebutkan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
      Kalau hal ini dibiarkan terus, akibatnya guru hanya disibukkan dengan mengajar. Padahal selain mengajar, tandasnya, guru profesional harus dituntut mengembangkan profesinya dengan penelitian (research). Belum lagi dalam UUGD Pasal 10 ayat 1, guru dituntut mempunyai kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. ”Bagaimana guru mau mengembangkan profesi dan kompetensinya, jikalau masih sibuk mengajar saja. Dalam mengajarkannya pun belum tentu baik, karena masih harus berhadapan dengan seabreknya tuntutan administrasi pembelajaran.” Selain itu juga kalau pasal ini dipaksakan, maka akan mengalami kendala dilapangan. Contoh konkrit adalah pelaksanaan sertifikasi guru. Mulai dari seleksi administrasi sampai lulus sertifikasi mengharuskan guru tersebut mempunyai jam mengajar minimal 24 jam. Penerapan pelaksanaan dari pasal ini sangat merepotkan dan menjadi kendala guru yang mengajar di sekolah. ”Tidak semua guru mempunyai jam mengajar 24 jam. Kalau ada pun bisa dihitung dengan jari.”
Menurut pengamatan CES kalau pasal ini tidak diubah, maka akan menjadi masalah baru bagi kalangan guru. Sebenarnya banyak guru yang mengeluhkan permasahan ini, akan tetapi hanya sebatas grundelan dengan sesama guru dan tidak berani untuk mengungkapkan ke publik. Sebenarnya sebelum UU GD di sahkan, imbuhnya, CES dan Persatuan Guru Karyawan Swasta Indonesia (PGKSI) keberatan dengan pasal ini karena menghambat guru untuk menjadi guru profesional. Keberatan itu sudah disampaikan pada public hearing dengan Wakil DPR RI dan pejabat Depdiknas, tetapi tidak direspon.
Saat pembuatan UU GD banyak di dominasi dosen. Bandingkan dengan beban mengajar dosen hanya 12 SKS dan sebanyak-banyaknya 16 SKS. Memang diakui beban dosen lebih berat, tetapi kalau seperti sekarang selisihnya sangat jauh sekali. Padahal melihat kewajiban guru dalam UU GD tidak jauh berbeda dengan dosen. ”Ya tidak sama persis dengan dosen, tapi jangan ada jarak yang sangat jauh.”
Karenanya, melihat kenyataan tersebut, CES mengusulkan pemerintah untuk merevisi UUGD, khususnya pada pasal 35 ayat 2 menjadi beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 16 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 20 jam tatap muka dalam 1 minggu. ”Dengan adanya perubahan pasal ini (tentang beban kerja), harapannya guru bisa mengembangkan profesi seperti yang diamanatkan UU GD dengan maksimal.
2.     Masih Banyak Guru-Dosen tak Tahu Esensi UU No 14 2005
                Pernyataan bahwa guru dan dosen bisa disebut layaknya ‘makhluk perahan’ jika tidak segera mengetahui esensi Undang-Undang 14 Tahun 2005 sebagaimana disampaikan Pst Freds Tawaluyan Pr, Selasa (13/02), nampaknya ada benarnya. Buktinya sejumlah guru-dosen yang ditemui Komentar mengaku tak tahu esensi UU tersebut. Untuk itu mereka mendukung dan mendesak agar pemerintah lewat instansi terkait segera mensosialisasikan esensi UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tersebut. “Kami tak tahu esensi dari UU itu, pasalnya informasi untuk hal itu sangat tertutup. Jadi kami meminta agar hal itu disosialisasikan secara kontinyu,” akui mereka. Padahal jika ditelisik dalam UU itu, pemerintah ‘menjanjikan’ akan menaikkan gaji guru dan dosen hingga 300 persen, dengan berbagai persyaratan harus memenuhi kompetensi dan sertifikasi yang akan ditetapkan lewat kepmen dan PP. Tetapi di sisi lain sejumlah guru juga mendukung pernyataan Tawaluyan. “Memang betul apa yang dikatakan Tawaluyan, sebab jika guru-guru tidak segera meng-upgrade diri sesuai UU ini akan tergilas dan menjadi ‘makhluk perahan’. Saya dan jajaran sudah menjajaki dan melakukan kualifikasi menuju sertifikasi sesuai petunjuk UU 14 ini. Positifnya kualitas guru akan meningkat diiringi dengan peningkatan kualitas hidup dalam hal ini tunjangan dan gaji sesuai janji yang tertuang dalam UU 14.      Nah, apakah pemerintah mampu membayar gaji guru dan dosen yang sudah tersertifikasi seluruh Indonesia yang naik sekitar 300 persen? Saya yakin ini tidak akan mungkin terjadi,” ujar Dra Marlyn J Taroreh, Kepsek SMAN 1 Manado, Rabu (14/02). Taroreh menambahkan, PP 14 sampai hari ini (14/02) belum ditandatangani oleh Mendiknas, jadi masih ada kemungkinan kajian-kajian lebih lanjut. Unima, PTN (Perguruan Tinggi Negeri) yang ditunjuk sebagai penyelenggara program pendidikan tenaga kependidikan telah menjalankan amanat UU 14 tersebut. Senin (12/02) lalu, Unima telah menggelar kuliah perdana kualifikasi guru. Berikut petikan Humas Unima, Hanny Massie SPt, “600 guru dari total 17.000 guru di Sulut yang ikut kualifikasi. Kualifikasi ini dilakukan untuk menjemput sertifikasi sesuai UU 14, akan butuh 10 tahun dengan lulusan setiap tahun sejumlah 1700 guru. Sesungguhnya, guru-guru yang sudah tersertifikasi akan memperoleh tunjangan sekitar 4 juta perbulan diluar gaji pokok, jadi saya setuju jika disebut akan ada kenaikkan sekitar 300 persen,” ujarnya.
     Sementara itu, Toar Palilingan SH, pengamat pendidikan Sulut mengkritisi persoalan ini dengan bijak. Menurutnya, mampu atau tidak mampu pemerintah membayar gaji guru dan dosen nanti adalah tantangan bagi kita semua. “Dalam amanat agung UUD 45 menyebutkan pemerintah harus menyisihkan 1/5 anggaran pembangunan untuk pendidikan. Dalam APBN dan APBD kita lihat sudah ada pos pendidikan sebesar 20 persen, implementasinya memang belum seperti yang kita harapkan. Tetapi euforia reformasi lalu sering mengkambinghitamkan pendidikan sebagai penyumbang keterpurukan bangsa ini. Makanya saya optimis, usaha pemerintah dalam human investment kali ini dengan UU 14, akan menjadi manifestasi dari pembenahan Indonesia seutuhnya, ”terang Palilingan”. Seperti diketahui, di dalam UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tersebut, diamanatkan bahwa guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang strategis dalam pembangunan nasional dibidang pendidikan dan karenanya perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Menjawab hal ini, Depdiknas telah merencanakan program kegiatan dengan menggunakan dana APBNP Tahun 2006-2007 untuk mengimplementasikan UU tersebut.
     Program tersebut antara lain pelaksanaan sertifikasi guru, peningkatan kualifikasi, peningkatan kompetensi guru, pendidikan di daerah terpencil, dan maslahat tambahan (penghargaan akhir masa bakti bagi guru dan beasiswa bagi putra-putri guru berprestasi/berdedikasi, red). Tujuan sertifikasi adalah untuk meningkatkan kualitas guru yang pada akhirnya diharapkan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Guru dalam jabatan yang telah memenuhi syarat dapat mengikuti proses sertifikasi untuk mendapat sertifikat pendidik.
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Guru , belum sepenuhnya berpihak pada nasib guru. RPP guru tersebut, sebaiknya disempurnakan kembali, karena ada sebagian substansinya yang justru mempersulit guru memperoleh hak-haknya sesuai amanat Undang-undang (UU) No 14/2005 tentang Guru dan Dosen.“Kami telah mempelajari dengan cermat RPP Guru dan menilai rancangan itu belum sepenuhnya memihak pada guru atau tidak sessuai amanat UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Padahal, UU tersebut, khususnya Pasal 80 menggariskan agar guru segera memperoleh kesejahteraan,“ tegas Wakil Ketua Komisi X DPR Anwar Arifin. Namun, kata Anwar, banyak aturan yang menghambat implementasi program peningkatan kesejahteraan guru sebagaimana yang diamanatkan UU No.14/2005 itu, seperti tunjangan fungsional yang seharusnya sudah harus direalisasikan karena sudah dianggarkan dalam APBN 2006 dan 2007. Anwar melanjutkan, ada sejumlah aturan dalam pasal-pasal RPP yang justru mempersulit guru untuk memperoleh haknya. Misalnya, tunjangan profesi, tunjangan fungsional dan maslahat tambahan karena diperketatnya berbagai persyaratan yang sulit dipenuhi. “Banyak aturan yang menyebabkan sebagian guru tidak memperoleh haknya karena aturan tersebut hanya mengatur guru-guru dalam jabatan struktural,” katanya.
3.   Diskriminatif
           Dia mengemukakan, banyak pula aturan yang bersifat diskriminatif yang memungkinkan sebagian guru tidak memperoleh haknya karena aturan di luar kriteria profesi, seperti rasio jumlah murid dan sebagainya, seperti tercantum dalam Pasal 14 Ayat (1). “Adanya aturan yang membatasi guru memperoleh hak sesuai dengan profesinya, seperti pembatasan usia guru yang dapat memperoleh tunjangan profesi,” katanya. Di sisi lain, adanya aturan dalam RPP tersebut yang memungkinkan pemerintah lepas tanggung jawab untuk membayar maslahat tambahan dan membebankan hal tersebut kepada satuan pendidikan.Dia mengemukakan, UU No 14/2005 tentang guru dan dosen adalah titik masuk untuk memastikan kesungguhan dalam menghargai profesi guru sebagai ujung tombak transformasi sosial melalui pendidikan. UU itu secara subtansial telah mengaitkan antara profesionalisme guru dan perbaikan kesejahteraan.Khusus tunjangan fungsional tidak diberikan perintah untuk diatur dengan peraturan pemerintah. Dengan demikian, seharusnya sejak tahun 2006 guru dan dosen sudah dapat menikmati peningkatan kesejahteraan, seperti yang diamanatkan dalam UU, karena DPR telah mengalokasikan anggarannya dalam APBN.
           Disinggung bahwa RPP Guru itu tinggal menunggu pengesahan saja, Anwar mengatakan, RPP bisa saja disempurnakan kembali dan tidak memakan waktu lama. “Sambil menunggu pengesahan, pasal-pasal yang belum sempurna bisa dikaji. Ini lebih baik,” katanya. Pandangan serupa disampaikan ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman. Dia mengatakan, sebaiknya pemerintah mengkaji kembali RPP Guru. “Penyusunan peraturan pemerintah atas UU Guru dan Dosen harus memprioritaskan jaminan ketersediaan biaya peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi bagi guru.
4.      Pepesan Kosong
           Selain itu, RPP Guru ini dinilai masih kental dengan nuansa diskriminatif dan membuka peluang terjadinya kesenjangan antarguru, khususnya guru swasta dan negeri,“ ujarnya. Kalau tidak kata dia, upaya meningkatkan harkat dan kesejahteraan guru seperti yang dijanjikan UU hanya pepesan kosong. Belum lagi nuansa diskriminatifnya masih kental. Ini bisa mengarah kepada terbukanya peluang kesenjangan antarguru,” ujarnya. Suparman mengatakan, peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru sangat penting untuk kehidupan sebagian besar dari sekitar 2,05 juta guru di Indonesia. “Lantaran hanya dengan ijazah sarjana ditambah sertifikat pendidiklah guru bisa menerima tunjangan profesi. Kalau tidak, di luar gaji, guru bersangkutan hanya akan menerima paling tinggi tunjangan fungsional,” katanya. Suparman mengemukakan, pada jenjang SD saja ada sekitar 80-90 persen guru belum berijazah S-1 atau D-4. Padahal, ijazah tersebut merupakan persyaratan untuk menempuh pendidikan profesi dankemudian meraih sertifikat pendidik.“Masalahnya, tidak semua gurumampu membiayai dirinya sendiri untuk kuliah meraih ijazah S-1 atau D-4,” katanya. Karena itu, kata Suparman, RPP yang menjabarkan Pasal 13 UU Guru dan Dosen harus diprioritaskan. Pasal tersebut menyebutkan, “pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”. Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Bambang Wasito Adi mengatakan bahwa RPP Guru tinggal menunggu pengesahannya saja. Dikatakan, RPP Guru kini sudah tidak lagi di Depdiknas, namun sudah di Depkumham. “Lagi pula, proses untuk pengajuan RPP Guru sudah melalui prosedur yang ketat. Artinya, sudah melalui kajian-kajian yang melibatkan banyak DPR,” katanya.
a.       Syarat Profesionalisme Guru dan Implementasinya
            Kompetensi guru atau sering dikatakan adalah kemampuan dasar guru sebagai perisyaratan dalam kemampuan-kemampuan untuk memangku profesi keguruan. Maka maksud dari guru yang profesional adalah guru yang mampu memenuhi standarisasi kompetensi guru. Konsep dasar dari kompetensi dalam konteks keprofesian, definisi kompetensi mengarah pada kecakapan atau kemampuan guru, karakteristik kecakapan (skill) dan tindakan dari (kinerja rasional) untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Saud, 2008: 44-45).
            Nana Sudjana memahami kompetensi sebagai suatu kemampuan yang disyaratkan untuk memangku profesi (Sudjana, 1988: 17), artinya kompetensi yang merupakan kemampuan dasar harus dimiliki oleh seseorang, hal yang dimaksud disini adalah guru. Balnadi Sutadipura (1986: 10) menambahkan kompetensi guru di mulai dari tingkat pra sekolah, tingkat dasar, dan tingkat menegah yang dikategorisasikan dalam dua hal: kompetensi umum dan kompetensi khusus. Kompetensi umum adalah kemampuan dan keahlian yang harus dimiliki seorang guru pada tiap jenjang pendidikan, sedangkan kompetensi khusus adalah kemampuan dan keahlian yang harus dimiliki secara khusus sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditekuni. Semisalnya, menguasai bahan adalah kompetensi umum, sedangkan menceritakan dongeng adalah kompetensi khusus yang harus dikuasai oleh pendidik khususnya tingkat Taman Kanak Kanak (Raudhatul Athfal).
            Kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan ketrampilan (daya pisik) yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Dengan kata lain, kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugasnya.
            Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1, Ayat 10, disebutkan “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.
            Sebelum UU 14/2005 dan PP 19/2005 ada sepuluh kompetensi dasar guru yang dirumuskan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK). Sepuluh kompetensi tersebut, yakni : 1) Kemampuan menguasai bahan ajar, 2) Kemampuan mengelola program belajar mengajar, 3) Kemampuan mengelolakelas, 4) Kemampuan menggunakan media/sumber belajar, 5) Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan, 6) Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar, 7) kemampuan menilai prestasi peserta didik untuk kependidika pengajaran, 8) Kemampuan mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, 9) kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dan 10) kemampuan memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran (Sagala, 2008: 31).
            Dalam uraian amanat PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28 menyatakan kompetensi pendidik sebagai agen dalam pembelajaran baik dalam tingkat dasar, menengah, serta pendidikan anak usia dini sebagai sebuah syarat menjadi guru profesional meliputi empat (4) kompetensi : (a) kompetensi paedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial.
1)      Kompetensi Paedagogik
         Secara etimologi, paedagogik berasal dari kata bahasa Yunani, paedos (anak) dan agogos (mengantar atau membimbing), maka dari itu paedagogis berarti membimbing anak (Payong, 2011: 28).Kemampuan paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang mencakup pengusaan pengetahuan dan ketrampilan mengajar (Alma, 2009: 141).
       Menurut Permendikas No. 16/2007, dalam standar kompetensi ini di jabarkan dalam delapan kompetensi utama, diantaranya:
1.      Menguasai karakteristik dari aspek fisik, moral, spiritual
2.      Menguasai teori-teori pembelajaran
3.      Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran
4.      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran
5.      Menfasilitasi pengembangan potensi dengan pengaktualisasian potensi
6.      Berkomunikasi secara efektif, empatik, santun,
7.      Penyelenggaraan penilaian dan evaluasi untuk proses pembelajaran
8.      Melakukan tindakan reflektif untuk kualitas pembelajaran(Payong,  2011: 29)
2)      Kompetensi Profesional
                        Kemampuan profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam, serta metode dan teknik mengajar yang dipahami oleh murid, mudah ditangkap, tidak menimbulkan kesulitan dan keraguan (Alma, 2009: 142).
                        Kompetensi Profesional sebagai diamanatkan dalam PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan terkait penguasaan tersturuktur keilmuwan dari mata pelajaran dan secara spesifik diatur dalam Permendiknas No 16/2007, standar kompetensi ini dijabarkan ke dalam lima (5) kompetensi, yakni:
1.      Menguasai materi, sturktur, konsep dan pola pikir keilmuwan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
2.      Menguasai standar kompetensi, dan kompetensi dasar mata pelajaran.
3.      Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
4.      Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
5.      5.      Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.(Payong, 2011: 44-45).
3)      Kompetensi Kepribadian
                        Kemampuan kepribadian adalah kemampuan yang stabil, dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan, dan berakhlak mulia. Pada kemampuan ini mengajarkan konsep pendidikan teladan(Alma, 2009: 142), artinya guru memberikan citra yang baik kepada murid agar senantiasa murid mengikuti contoh yang baik pula, karena padasarnya guru merupakan representasi dari sekelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan, yang dapat digugu dan ditiru (Uno, 2007: 17).
                        Menurut Permendikas No. 16/2007, kemampuan dalam kompetensi ini mencakup lima kompetensi utama, yakni: 1)  bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional, 2) menampilkan diri sebagai pribadi jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat, 3) menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, 4) menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri, dan 5) menjunjung tinggi kode etik profesi guru.(Payong, 2011: 51).
4)      Kompetensi Sosial
                        Kemampuan sosial adalah kemampuan guru dalam berkomunikas baik        di lingkungan intra maupun ekstra sekolah (Alma, 2009: 142).Peran dari kompetensi sosial untuk membangun kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain secara efektif (siswa, rekan guru, orang tua, kepala sekolah, dan masyarakat umum). Menurut Permendikas No. 16/2007,  ada standar kompetensi yang mencakup empat kompetensi utama, yakni: 1) bersikap inklusif, bertindak objektif, dan tidak diskriminatif, 2) berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun, 3) beradaptasi di tempat tugas seluruh wilayah RI, dan 4) berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain (Payong, 2011: 61).
                        Secara hakikat, penerapan empat kompetensi yang sudah dimandatkan dalam PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28, mengartipentingkan posisi guru/pendidik dalam kesuksesan sebuah pembelajaran yang berimplikasi pada kesempurnaan tujuan pendidikan, yang salah satunya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) dan nilai-nilai (values) pada peserta didik. Kompetensi kepribadian menggambarkan internalisasi pribadi guru, sedangkan profesional, paedagodik, dan sosial adalah peranan guru dalam melaksanakan sebuah pembelajaran.
E.     Kekurangan Dan Kelebihan Implementasi Undang-Undang No 14 Tahun 2005
1.      Kekurangan
a.       Minimnya anggaran dana untuk pelaksanaan sertifikasi menyebabkan proses sertifikasi sering mengalami masalah teknis, seperti terbatasnya dana bagi assessor atau penundaan pelaksanaan sertifikasi.
b.      Dalam rangka sertifikasi pendidik, masih banyak ditemukan kesulitan-kesulitan dalam segi teknis pelaksanaan baik bagi guru maupun pelaksana sertifikasi sendiri. Antara lain:
1)   Para guru saat ini banyak kesulitan mengumpulkan bukti-bukti Dokumen Portofolio yang dipersyaratkan,  ini dikarenakan beberapa hal diantaranya adalah banyak yang tidak disiplin menyimpan arsip-arsip SK, pengalaman organisasi termasuk piagam-piagam penghargaan (sertifikat).
2)   Penilaian yang bersifat subjektif , yang hanya disandarkan pada penilaian portfolio bukan pada keadaan sebenarnya.
3)   Tidak dimuatnya pasal yang mengatur eksistensi Guru swasta sehingga UU ini seperti memperlihatkan perbedaan kedudukan dan hak mendapatkan kesejahteraan antara Guru swasta dan Guru PNS, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (2) yang berbunyi: "Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan ini."
4)   Dalam segi UU, Peraturan, serta hal-hal yang bersifat normatif kita telah mampu menyusunnya dengan baik. Kita memang ahli dalam mendeskripsikan hal-hal yang bersifat filosofis  dan normatif, namun jauh dari realita yang sesungguhnya terjadi.
5)   Upaya untuk melakukan sosialisasi kebijakan telah cukup, namun biasanya tidak diikuti bagaimana memantau dan mengevaluasi suatu kebijakan, serta bagaiamana upaya pemecahan masalah yang muncul dapat dirumuskan;
6)   Semua pihak menyadari bahwa mutu pendidikan kita rendah, akan tetapi solusi untuk mengatasinya belum diikuti oleh kebijakan yang mengacu kepada aspek pendidikan. Aspek lain misalnya politik, ekonomi, ikut berperan serta
7)   Salah satu contoh mengenai peningkatan keprofesionalan guru seringkali dijawab dengan kebijakan pelatihan dan penataran, tanpa diikuti upaya monitoring dan evaluasi. Para guru hanya diberi prinsip-prinsip atau teori, tetapi tidak dibimbing bagaimana menerapkan teori dan prinsip tersebut ke dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Para pejabat asyik berkelakar tentang peraturan dan undang-undang, sementara para pakar kekurangan waktu untuk menyajikan materi yang diperlukan guru.
8)   Para guru yang ditatar dan dilatih tidak menerapkan pengetahuannya setelah mereka kembali ke sekolah. Mereka terjebak ke dalam pola pembelajaran lama yang berpusat kepada guru, bukan berpusat kepada siswa.  Hal-hal pokok seperti teori pembelajaran, model-model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, penggunaan media, sumber belajar serta asesmen dan evaluasi pembelajaran hanya merupakan pengetahuan yang berhenti sebagai sesuatu yang diketahui, tetapi sulit untuk diterapkan di kelas.
9)   Para guru mengalami kesulitan dalam menyusun silabus, RPP, LKS,  dan bagaimana menerapkannya dalam proses pembelajaran.
10)   Undang-undang NO. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen terkait dengan kompetensi kepribadian terlalu fokus terhadap pendidikan formal saja kurang memperhatikan pendidikan non formal dan informal, penulis menyarankan kedepannya harus ada pembaruan dalam sistem pendidikan. Pendidikan non formal dan informal juga sangat penting untuk diperhatikan karena secara tidak langsung pendidikan non formal dan informal ikut andil dalam mempengaruhi perkembangan peserta didik. Karena pada hakekatnya subtansi pendidikan  Islam adalah lebih cenderung pada aspek psikomotortik bukan pada aspek kognitifnya saja.
11)   Meskipun sudah banyak kebijakan yang disahkan oleh pemerintah salah satunya pendidikan karakter. Tapi kenytaan yang ditemui dilapangan hanya sebatas forrmalitas. Ini disebbabkan oleh kurangnya sosialisasi dari pemerintah itu sendiri dan kurangnya kesadaran dari guru untuk mengimpelementasikan pendidikan karakter kepada peserta didik. Pendidikan karakter sangat penting guna mengatasi budaya-budaya kekerasan yang terjadi di sekolah seperti: tindak kekerasan yang dilakukan oleh guru, tawuran, penganiayaan terhadap sesama peserta didik, dan seks bebas dan lain-lain.
12)   Hendaknya pemerintah merumuskan kembali sebuah kebijakan yang terkait dengan media pembelajaran, masih banyak sekolah yang tidak mempunyai fasilitas media pembelajaran, oleh karenanya secara tidak langsung ini akan menghambat proses pembelajaran di sekolah tersebut. Karena media pembelajaran merupakan fasilitas yang digunakan oleh guru untuk mempermudah proses pembelajaran.
13)   Hendaknya pemerintah mengimplementasikan kode etik secara optimal tidak hanya sebatas papan pengumuman yang hanya dipajang namun pelaksanaannya tidak ada. Realitas yang kita lihat sekarang banyak guru-guru yang datang ke sekolah hanya mengisi absen ngobrol kemudian pulang. Kejadian seperti masih marak dilakukan oleh oknum guru, ini menandakan tidak ada tindakan tegas dari pemerintah.
14)   Pemerintah hendaknya merumuskan sebuah kebijakan baru yang mensyarakat akhlak sebagai tolak ukur utama untuk menjadi seorang guru yang profesional bukan dari segi hard skilnya.
15)   Minimnya anggaran dana untuk pelaksanaan sertifikasi menyebabkan proses sertifikasi sering mengalami masalah teknis, seperti terbatasnya dana bagi assessor atau penundaan pelaksanaan sertifikasi.
16)   Dalam rangka sertifikasi pendidik, masih banyak ditemukan kesulitan-kesulitan dalam segi teknis pelaksanaan baik bagi guru maupun pelaksana sertifikasi sendiri. Antara lain:
a.       Para guru saat ini banyak kesulitan mengumpulkan bukti-bukti Dokumen Portofolio yang dipersyaratkan, ini dikarenakan beberapa hal diantaranya adalah banyak yang tidak disiplin menyimpan arsip-arsip SK, pengalaman organisasi termasuk piagam-piagam penghargaan (sertifikat).
b.    Penilaian yang bersifat subjektif , yang hanya disandarkan pada penilaian portfolio bukan pada keadaan sebenarnya.
c.    Tidak dimuatnya pasal yang mengatur eksistensi Guru swasta sehingga UU ini seperti memperlihatkan perbedaan kedudukan dan hak mendapatkan kesejahteraan antara Guru swasta dan Guru PNS, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (2) yang berbunyi: "Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan ini."
d.   Umumnya para guru masih menyusun KTSP Buku II (silabus, RPP dan LKS) dengan teknik “copy paste”, yang berarti mereka belum menyusun silabus, RPP dan LKS berdasar keperluan dan kondisi mereka sendiri;
e.    Meskipun mereka mengaku memiliki RPP, namun ketika proses pembelajaran siswanya diobservasi, semua guru tidak membawa RPP dengan alasan tertinggal di rumah;
f.     Dari analisis RPP yang diperoleh ternyata terdapat perbedaan antara apa yang dituliskan dengan apa yang diimplementasikan di kelas. Di RPP guru menuliskan penggunaan pendekatan konstruktivistik, guru berperan selaku fasilitator,  namun dari observasi di kelas dapat diketahui bahwa guru lebih dominan, banyak menggunakan ceramah, para siswa pasif,  dan guru tidak memahami bagaimana mengimplementasikan pendekatan konstruktiivistik di kelas sebagaimana disarankan kurikulum 2006;
g.    Pengelolaan kelas dilakukan secara konvensional sehingga tidak memungkinkan terjadinya interaksi antar siswa, kecuali ada 2 SMP yang menggunakan pengelolaan kelas yang memungkinkan terjadinya saling belajar antar siswa.
h.    Dalam melakukan evaluasi/assesmen, umumnya guru menggunakan tes secara tertulis, sehingga tes hanya berorientasi ke ranah kognitif, hanya beberapa guru yang menggunakan rubrik untuk assesmen.  Ini berarti bahwa pemahaman guru tentang asesmen hanya pada ranah kognitif, tidak sampai pada ranah afektif dan psikomotor
i.      Guru tidak memiliki waktu cukup untuk menerapkan metode, pendekatan dan model-model pembelajaran yang disarankan. Jika diterapkan, waktunya lama sehingga guru tidak dapat menyelesaikan penyampaian materi pembelajaran yang cukup banyak kepada siswa.
j.      Jika menghadapi Ujian Nasional, guru cenderung mengadakan drill dan latihan soal-soal ujian.
2.      Kelebihan
a.       UU ini memberikan peluang bagi setiap guru untuk meningkatkan kompetensi serta kualifikasi yang dipersyaratkan sehingga dapat memenuhi standar kualifikasi seorang guru..
b.      Dengan adanya UU ini maka membuka peluang bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan mutu guru dengan mengadakan berbagai diklat Guru. Hal ini dilakukan demi membantu percepatan pencapaian kualifikasi dan kompetensi Guru.
c.       UU ini memberikan motivasi bagi Perguruan Tinggi/Universitas untuk meningkatkan kualitas SDM dan pengajaran pada peserta didik yang sedang menempuh kuliah pada Fakultas Pendidikan dan berminat menjadi Guru.
d.      UU ini dapat melahirkan Guru yang professional, berkualitas dan kompeten dalam bidangnya, jadi profesi guru bukanlah dijadikan hanya sekedar batuloncatan yang sesaat saja
           Jalal, Fasli (2007) mengungkapkan bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu,  yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat.  Karena itu sangat tepat jika Pemerintah berupaya untuk meningkatkan keprofesionalan guru, dengan tidak mengesampingkan faktor-faktor lainnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan keprofesionalan guru adalah melalui sertifikasi guru. Adapun tujuan sertifikasi guru adalah:
1.      Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional
2.      Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
3.      Meningkatkann martabat guru, dan
4.      Meningkatkan profesionalitas guru
Adapun manfaat sertifikasi guru adalah:
a.       Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.
b.      Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional.
c.       Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK , dan kontrol mutu dan jumlah guru bagi pengguna layanan pendidikan.
d.      Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan (LPTK) dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.
e.       Memperoleh tujangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi.

DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa, 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,) hlm 37.
Pusat Bahasa Depdiknas,2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 603.
      Http://penadeni.com/2011/07/10/saat-organisasi-guru-terpecahbelah/#ixzz1hgpwxqYI (diakses pada hari kamis tanggal 13 maret 2014 pada pukul 14:35)
PGRI dan Fenomena Maraknya Organisasi Guru » Pena Deni | Mendedikasikan Diri untuk Dunia Pendidikan, 2006. (Diakses pada hari Rabu tanggal 12 Maret 2014 pada pukul 14.45 WIB)
Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005, pasal 1 ayat1, hlm 3.
Istianah Abu Bakar, 2006. Konsep Kepribadian Guru Historis,(Malang : el –Harakah UIN Malang, hlm 405.
Surya, Muhammad. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.
Anwar, Moch. Idochi. 2004. Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Arikunto, Suharsimi 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Anwar Jasin, Tt. Pengembangan Profesionalisme Guru dalam rangka Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia, hal. 39-40.
Paul Suparno, 2002. Kualifikasi Guru SD Haruskah S-1?, dalam Suara Harian Kompas, Tanggal 10 Oktober 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar