KAJIAN UNDANG-UNDANG NO.14 TAHUN 2005 TENTANG KOMPETENSI GURU
A. Undang-Undang no 14 Tahun 2005 tentang Kualifikasi dan Kompetensi Guru
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi
kualifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau
menduduki jabatan tertentu. Jadi, kualifikasi mendorong seseorang untuk
memiliki suatu “keahlian atau kecakapan khusus”. (Pusat Bahasa Depdiknas,
2001:603). Pelaksanaan sistem pendidikan selalu mengacu pada landasan pedagogik
diktaktik. Untuk melihat kualifikasi profesional guru dalam kesatuan paket
yakni pendidik, pengajar dan pelatih sebagai satu kesatuan operasional yang
tidak dapat terpecah-pecah. (Paul Suparno, 2002)
Menurut
Anwar Jasin kualifikasi guru dapat dipandang sebagai pekerjaan yang membutuhkan
kemampuan yang mumpuni. Bahkan, kualifikasi terkadang dapat dilihat dari segi
derajat lulusannya. Seperti dalam UU Sisdiknas 2003, ditetapkan bahwa guru
Sekolah Dasar (SD) saja harus lulusan Strara S-1, apalagi bagi guru yang mengajar
pada tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU). Untuk mengukur kemampuan kualifikasi
guru dapat ditilik dari tiga hal. Pertama, memiliki kemampuan dasar sebagai
pendidik. Kualitas seperti ini tercermin dari diri pendidik. Adapun persyaratan
yang harus dimiliki oleh jiwa pendidik antara lain:
a.
Beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.
Berwawasan
ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
c.
Berkepribadian
dewasa, terutama dalam melaksanakan fungsinya, sebagai orangtua kedua, in loco
parentis, bagi siswa-siswanya
d.
Mandiri
(independen judgement), terutama dalam mengambil keputusan yang berkaitan
dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
e.
Penuh
rasa tanggungjawab, mengetahui fungsi, tugas dan tanggungjawabnya sebagai
pendidik guru dan pelatih, serta mampu memutuskan sesuatu dan melaksanakan
tugasnya sesuai dengan fungsi, tugas dan tanggungjawabnya, tidak menyalahkan
pihak orang lain dalam memikul konsekuensi dari keputusannya terutama yang
berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas,
f.
Berwibawa,
mempunyai kelebihan terhadap para siswanya terutama penguasaan materi pelajaran
dan ketrampilan megerjakan sesuatu dalam pembelajaran dan pengelolaan kelas.
g.
Berdisiplin,
mematuhi ketentuan peraturan dan tata tertib sekolah dan kelas.
h.
Berdedikasi,
memperlihatkan ketekunan dalam melaksanakan tugas membimbing, mengajar dan
melatih para siswanya, sebagai pengabdi atau ibadat.
Kedua,
memiliki kemampuan umum sebagai pengajar. Sebagai pengajar, seorang guru, di
samping memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik, juga perlu dan harus
memiliki kemampuan sebagai prasyarat untuk mencapai kemampuan khusus dalam
rangka memperoleh kualifikasi dan kewenangan mengajar. Kemampuan umum itu
terdiri dari atas penguasaan antara lain:
a.
Ilmu
pendidikan atau pedagogik, didaktik dan metodik umum, psikologi belajar,
ilmu-ilmu keguruan lain yang relevan dengan jenis jenjang pendidikan.
b.
Bahan
kajian a6kademik yang relevan dengan isi dan bahan pelajaran (kurikulum) yang
diajarkannya
c.
Materi
kurikulum (isi dan bahan pelajaran) yang relevan dan cara-cara pembelajaran
yang digunakan sebagai pedomn kegiatan belajar mengajar
d.
Kemahiran
mengoperasionalkan kurikulum (GBPP) termasuk pembuatan satuan pelajaran,
persiapan mengajar harian, merancang KBM, dan lain-lain.
e.
Kemahiran
pembelajaran dan mengelola kelas.
f.
Kemahiran
memonitor dan mengevaluasi program, proses kegiatan dan hasil belajar.
g.
Bersikap
kreatif dan inovatif dlmelaksanakan kurikulum, serta mengatasi masalah-masalah
praktis pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Ketiga,
mempunyai kemampuan khusus sebagai pelatih. Kemampuas khusus ini bertujuan
untuk melatih para siswanya agar terampil menguasai materi pelajaran. Terutama
mata pelajaran yang membutuhkan ketrampilan langsung dari siswa. Karena itu,
untuk memperoleh kewenangan mengajar, guru berkewajiban menjabarkan program
pembelajaran yang tertera dalam rancangan kurikulum ke dalam sistem belajaran
yang yang lebih bersifat operasional.
Untuk
mempermudah dalam proses belajar mengajar, para guru diminta memiliki keahlian
khusus dalam mendesain pengajaran secara mandiri. Materi atau mata pelajaran
butuh penjabaran teknis yang harus dilakukan guru, supaya dapat diterima oleh
peserta didik dengan mudah. (Anwar Jasin, tt:34-40)
Dengan
demikian, modal kualifikasi kependidikan yang ditawarkan di atas, diharapkan
bisa meringankan tugas guru dalam menghadapi masa depan dapat bermain secara
tepat dan cermat. Sebab, jika tingkat kompetitif guru yang dihadapi dengan
kualifikasi kependidikan, maka eksistensi guru akan tetap survive dengan
sendirinya. Bahkan prospek masa depannya juga akan semakin baik serta banyak
yang akan membutuhkan dan mencarinya
Kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi
program sarjana atau program diploma empat (pasal 9); dan Kompetensi guru
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh
melalui pendidikan profesi (pasal 10).
Selanjutnya
ditegaskan bahwa “guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat
pendidik wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling
lama sepuluh tahun sejak berlakunya undang-undang ini” (pasal 82 ayat 2).
Konsekuensi logis dari pemberlakuan undang-undang tersebut, pemerintah dan
penyelenggara pengadaan tenaga kependidikan atau Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) diharapkan dapat segera memfasilitasi pelaksanaan program
percepatan peningkatan kualifikasi akademik guru dengan akses yang lebih luas,
berkualitas dan tidak mengganggu tugas serta tanggung jawabnya di sekolah.
Dalam hal mendefinisikan kompetensi guru banyak sekali
berbagai pendapat seperti Dalam Undang-Undang tentang Guru dan
Dosen menjelaskan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. (UU guru dan Dosen
Pasal 1 ayat 1,2006:3)
Dalam
undang-undang ini (pasal 10 ayat 1) kompetensi guru di kelompokkan menjadi 4
kelompok, yaitu kompetensi Pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
social, dan kompetensi professional.
a)
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi
pedagogic adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Termasuk ke
dalam kemampuan ini antara lain sub-sub kemampuan.
a.
Menata
ruang kelas
b.
Menciptakan
iklim kelas yang kondusif
c.
Memotivasi
siswa agar bergairah belajar
d.
Memberi
penguatan verbal maupun non verbal
e.
Memberikan
petunjik-petunjuk yang jelas kepada siswa
f.
Tanggap
terhadap gangguan kelas
g.
Menyegarkan
kelas jika kelas mulai lelah
b)
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan
berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Termasuk dalam kemampuan ini
antara lain sub-sub kemampuan.
a.
Beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.
Memahami
tujuan pendidikan dan pembelajaran
c.
Memahami
diri (mengetahui kekurangan dan kelebihan dirinya)
d.
Mengembangkan
diri
e.
Menunjukan
keteladanan kepada peserta didik
f.
Menunjukkan
sikap demokrasi, toleransi, tenggang rasa, jujur, adil, tanggung jawab,
disiplin, santun, bijaksana dan kreatif
c)
Kompetensi Sosial
Kompetensi
sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan dengan peserta didik., sesame guru, orang tua / wali
peserta didik dan masyarakat sekitar. Temasuk dalam Kemampuan ini adalah.
a.
Luwes
bergaul dengan sisiwa, sejawat dan masyarakat
b.
Bersikap
ramah, akrab dan hangat terhadap siswa, sejawat dan masyarakat
c.
Bersikap
simpatik dan empatik
d.
Mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial
d)
Kompetensi Profesional
Menurut
Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional
adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya
(2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang
diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi
profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan
bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan
tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.
Gumelar
dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher
Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup kemampuan
dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis,
psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai
dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata
pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat
menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat
pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan
dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar
dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik.
Depdiknas
(2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi; pengembangan profesi,
pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian akademik. Pengembangan profesi
meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi
melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya
ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4) menulis makalah, (5)
menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku pelajaran, (7) menulis
modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian ilmiah (action
research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat
peraga/media, (12) menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan
terakreditasi, (14) mengikuti pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti
kegiatan pengembangan kurikulum.
Pemahaman
wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami hubungan pendidikan
dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan menengah, (4)
memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan
dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang menunjukkan
keterkaitan pendidikan dan luar sekolah. Penguasaan bahan kajian akademik
meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai substansi materi, (3)
menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan
siswa.
Berdasarkan
uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari indikator (1)
kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian dan penyusunan
karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4) pemahaman terhadap
wawasan dan landasan pendidikan.
B.
Pasal-Pasal dan Bunyi dalam
Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Kompetensi Guru
UU
Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 pada bagian kesembilan tentang Organisasi
Profesi dan Kode Etik pasal 41 berbunyi : (1) Guru dapat membentuk organisasi
profesi yang bersifat independen, (2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi,
karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan
pengabdian kepada masyarakat. (3) guru wajib menjadi anggota suatu organisasi
profesi. (4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan
pembinaan dan pengembangan profesi guru. Selanjutnya pada pasal 42 ditegaskan
organisasi profesi guru mempunyai kewenangan: a) menetapkan dan menegakkan kode
etik guru; b) memberikan bantuan hukum kepada guru; c) memberikan perlindungan
profesi kepada guru yang menjadi anggota; d) melakukan pembinaan dan
pengembangan profesi guru yang menjadi anggota; dan e) memajukan pendidikan
nasional.
Sertifikasi guru merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru, serta berfungsi
untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran. Dengan
terlaksananya sertifikasi guru, diharapkan akan berdampak pada meningkatnya
mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen
Bab IV bagian sembilan disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud disini adalah guru dan dosen. Proses pemberian
sertifikat pendidik untuk guru disebut sertifikasi guru, dan untuk dosen
disebut sertifikasi dosen. Dan penjelasannya sebagai berikut :
Pasal 8
”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Pasal 9
”Kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi
program sarjana atau program diploma empat”.
Pasal 10
(1)
“Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
(2)
“Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Pasal
11
(1)
”Sertifikat
pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah
memenuhi persyaratan”.
(2)
”Sertifikasi
pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan
tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah”.
(3)
”Sertifikasi
pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel”.
(4)
”Ketentuan
lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Pasal 12
“Setiap orang
yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk
diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu”.
Pasal
13
(1)
“Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan
anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi
guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”.
(2)
“Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk
peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
C.
Analisis Pasal-Pasal dalam Undang-Undang
no 14 Tahun 2005
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
”Guru
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional”.
Penjelasan :
Kualifikasi akademik adalah tingkat
pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan
dengan ijazah dan atau sertifikasi keahlian yang relevan sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Selain memiliki kualifikasi akademik
seorang guru juga harus memiliki beberapa kompetensi, kompetensi tersebut yaitu
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional seperti yang dijelaskan dalam pasal 10 ayat 1.
Sehat jasmani dan rohani . Guru harus
sehat jasmani, tidak berpenyakit terutama penyakit menular. Hal ini penting
karena pekerjaan guru sehari hari berinteraksi dengan peserta didik.Pernah
terjadi kasus, seorang guru SD X terkena penyakit menular. Guru tersebut tidak
diperkenankan mengajar dan diberikan tugas tugas administrasi. Selain tidak
berpenyakit, guru juga tidak cacat fisik (pincang misalnya) yang dapat
mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas.Termasuk ke dalam persyaratan kesehatan
jasmani adalah buta warna. Guru seharusnya tidak buta warna. Guru juga harus
sehat rohani (mental), tidak terganggu mentalnya (neurose) dan sakit jiwanya
(psychose).Tugas guru tidak mungkin dilaksanakan oleh orang orang yang mengidap
neurose dan psychose.
Seorang guru juga harus memiliki kamampua
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasionalPersyaratan ini lebih mengarah pada
tugas guru sebagai pengajar.Guru harus mampu mengutarakan peserta didiknya
mencapai tujuan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan berpegang
pada herarki tujuan pendidikan, tercapainya tujuan pembelajaran mengandung arti
tercapainya tujuan kurikuler.Tercapainya tujuan kurikuler mengandung arti
tercapainya tujuan lembaga dan tercapainya tujuan lembaga memiliki makna
tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
“Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat”.
Penjelasan :
Mencermati pasal 9 undang undang ini,
tersirat adanya persyaratan untuk menjadi guru minimal berijazah sarjana (S1)
atau diploma empat (D4), dengan tidak membedakan apakah itu guru SD, guru SMP
atau guru pada jenjang pendidikan menengah. Berdasarkan pengalaman, Persyratan
ini memiliki sifat dinamis dalam arti dapat berubah sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan tehnilogi serta seni.
Pasal 10
1. “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
2. “Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Penjelasan :
Pasal 10 ayat 1
Kompetensi paedagogik merupakan “kemampuan
mengelola pembelajaran peserta didik”. Kompetensi ini dapat dilihat dari
kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan
interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan
penilaian. Misalnya sebelum mengajar guru
membuat rencana pelaksanaan pembelajaran terlebih dahulu yang didalamnya
mencakup bagagaimana proses belajar mengajar nantinya akan dilaksanakan
sehingga guru tidak akan bingung dalam mengelola kelas dan
memberikan penilaianKemampuan Pribadi. Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya
mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap
dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik
maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut
“digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan
perilakunya). Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan
belajar anak didik. Misalnya dalam bertutur kata atau
dalam bertingkah laku harus sopan sehingga guru tersebut mampu menjadi panutan
bagi peserta didik.
Kemampuan Sosial. Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa
siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas
merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang
Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru,
orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Misalnya pada saat guru menjelaskan materi didepan kelas, ada
interaksi dengan siswa
Kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi
pelajaran secara luas dan mendalam”.Kompetensi profesional meliputi kepakaran
atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya
beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan
dengan sejawat guru lainnya. Misalnya Guru menguasai secara
mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta mengajarkannya kepada
siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Guru bertanggungjawab memantau hasil belajar siswa melalui
berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes
hasil belajar.
Pasal 10 ayat 2
Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru meliputi kompetensi pedagogik,kepribadian,sosial dan
profesional sebagaimana telah dijelaskan pada ayat
Pasal 11
1. “Sertifikat
pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi
persyaratan”.
2. “Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan
ditetapkan oleh Pemerintah”.
3. “Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan,
dan akuntabel”.
4. “Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah”.
Penjelasan :
Pasal 11 ayat 1
Sertifikat pendidik diberikan kepada guru
yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat
mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas.
Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan
tinggi.Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau
sertifikat keahlian tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan
dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
Pasal 11 ayat 2
Sertifikasi guru adalah proses pemberian
sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang
telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat
mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas.
Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan
tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas
guru yang diberikan kepada guru sebagai tenanga profesional.
Pasal 11 ayat 3
Objektif yaitu mengacu kepada proses
perolehan sertifikat pendidik yang impartial, tidak diskriminatif, dan memenuhi
standar pendidikan nasional. Transparan yaitu mengacu kepada proses sertifikasi
yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan untuk
memperoleh akses informasi tentang proses dan hasil sertifikasi. Akuntabel
merupakan proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku
kepentingan pendidikan secara administratif, finansial, dan akademik.
Pasal 11 ayat 4
Secara umum tujuan sertifikasi guru adalah
untuk meningkatkan mutu dan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas
sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan
meningkatkan kompetensi peserta agar mencapai standar kompetensi yang
ditentukan.Ketentuan-ketentuan mengenai sertifikasi lebih lanjut telah
dijelaskan pada ayat 1 sampai ayat 3.
Pasal 12
“Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki
kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan
tertentu”.
Penjelasan :
Maksudnya setiap orang yang telah memiliki
sertifikat pendidik memiliki hak untuk menjadi guru pada satuan pendidikan
tertentu baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan
oleh masyarakat.
Pasal 13
1. “Pemerintah
dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi
akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat”.
2. “Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan
kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Penjelasan :
Pasal 13 ayat 1
Maksudnya pemerintah menyediakan anggaran
yang akan digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan di Indonesia salah
satunya adalah penyelenggaraan beasiswa untuk guru atau calon pendidik yang
berprestasi supaya memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang diharapkan
sebagai seorang pendidik yang profesional.
D. Implementasi Undang-Undang No. 14
Bagi Guru Dan Dosen
1. UU Guru dan Dosen Lemah
Implementasi.
Mencermati setelah dua tahun (30
Desember 2005) disahkan Presiden RI, UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(UU GD) kelihatan kelemahan dalam implementasinya. Hal itu diungkapkan Direktur Centre
for Education Studies (CES) Jateng Hery Nugroho (15/10). Ia merujuk pada pasal
35 ayat 2 yang berbunyi beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap
muka dalam 1 minggu. Dalam pasal tersebut, menurut dia, tidak menunjukkan guru
sebagai profesi, tetapi menempatkan guru sebagai buruh. ”Hal ini jelas
menyalahi sendiri tujuan awal pembuatan UU GD”. Pasal tersebut menyebutkan
beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih
peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
Kalau hal ini dibiarkan terus, akibatnya
guru hanya disibukkan dengan mengajar. Padahal selain mengajar, tandasnya, guru
profesional harus dituntut mengembangkan profesinya dengan penelitian
(research). Belum lagi dalam UUGD Pasal 10 ayat 1, guru dituntut mempunyai
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. ”Bagaimana guru mau
mengembangkan profesi dan kompetensinya, jikalau masih sibuk mengajar saja.
Dalam mengajarkannya pun belum tentu baik, karena masih harus berhadapan dengan
seabreknya tuntutan administrasi pembelajaran.” Selain itu juga kalau pasal ini
dipaksakan, maka akan mengalami kendala dilapangan. Contoh konkrit adalah
pelaksanaan sertifikasi guru. Mulai dari seleksi administrasi sampai lulus
sertifikasi mengharuskan guru tersebut mempunyai jam mengajar minimal 24 jam.
Penerapan pelaksanaan dari pasal ini sangat merepotkan dan menjadi kendala guru
yang mengajar di sekolah. ”Tidak semua guru mempunyai jam mengajar 24 jam.
Kalau ada pun bisa dihitung dengan jari.”
Menurut pengamatan CES kalau pasal ini tidak diubah, maka akan menjadi masalah baru bagi kalangan guru. Sebenarnya banyak guru yang mengeluhkan permasahan ini, akan tetapi hanya sebatas grundelan dengan sesama guru dan tidak berani untuk mengungkapkan ke publik. Sebenarnya sebelum UU GD di sahkan, imbuhnya, CES dan Persatuan Guru Karyawan Swasta Indonesia (PGKSI) keberatan dengan pasal ini karena menghambat guru untuk menjadi guru profesional. Keberatan itu sudah disampaikan pada public hearing dengan Wakil DPR RI dan pejabat Depdiknas, tetapi tidak direspon.
Saat pembuatan UU GD banyak di dominasi dosen. Bandingkan dengan beban mengajar dosen hanya 12 SKS dan sebanyak-banyaknya 16 SKS. Memang diakui beban dosen lebih berat, tetapi kalau seperti sekarang selisihnya sangat jauh sekali. Padahal melihat kewajiban guru dalam UU GD tidak jauh berbeda dengan dosen. ”Ya tidak sama persis dengan dosen, tapi jangan ada jarak yang sangat jauh.”
Menurut pengamatan CES kalau pasal ini tidak diubah, maka akan menjadi masalah baru bagi kalangan guru. Sebenarnya banyak guru yang mengeluhkan permasahan ini, akan tetapi hanya sebatas grundelan dengan sesama guru dan tidak berani untuk mengungkapkan ke publik. Sebenarnya sebelum UU GD di sahkan, imbuhnya, CES dan Persatuan Guru Karyawan Swasta Indonesia (PGKSI) keberatan dengan pasal ini karena menghambat guru untuk menjadi guru profesional. Keberatan itu sudah disampaikan pada public hearing dengan Wakil DPR RI dan pejabat Depdiknas, tetapi tidak direspon.
Saat pembuatan UU GD banyak di dominasi dosen. Bandingkan dengan beban mengajar dosen hanya 12 SKS dan sebanyak-banyaknya 16 SKS. Memang diakui beban dosen lebih berat, tetapi kalau seperti sekarang selisihnya sangat jauh sekali. Padahal melihat kewajiban guru dalam UU GD tidak jauh berbeda dengan dosen. ”Ya tidak sama persis dengan dosen, tapi jangan ada jarak yang sangat jauh.”
Karenanya, melihat
kenyataan tersebut, CES mengusulkan pemerintah untuk merevisi UUGD, khususnya
pada pasal 35 ayat 2 menjadi beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah sekurang-kurangnya 16 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 20 jam
tatap muka dalam 1 minggu. ”Dengan adanya perubahan pasal ini (tentang beban
kerja), harapannya guru bisa mengembangkan profesi seperti yang diamanatkan UU
GD dengan maksimal.
2. Masih Banyak Guru-Dosen tak Tahu
Esensi UU No 14 2005
Pernyataan bahwa guru dan dosen bisa disebut layaknya
‘makhluk perahan’ jika tidak segera mengetahui esensi Undang-Undang 14 Tahun
2005 sebagaimana disampaikan Pst Freds Tawaluyan Pr, Selasa (13/02), nampaknya
ada benarnya. Buktinya sejumlah guru-dosen yang ditemui Komentar mengaku tak
tahu esensi UU tersebut. Untuk itu mereka mendukung dan mendesak agar
pemerintah lewat instansi terkait segera mensosialisasikan esensi UU 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen tersebut. “Kami tak tahu esensi dari UU itu, pasalnya
informasi untuk hal itu sangat tertutup. Jadi kami meminta agar hal itu
disosialisasikan secara kontinyu,” akui mereka. Padahal jika ditelisik dalam UU
itu, pemerintah ‘menjanjikan’ akan menaikkan gaji guru dan dosen hingga 300
persen, dengan berbagai persyaratan harus memenuhi kompetensi dan sertifikasi
yang akan ditetapkan lewat kepmen dan PP. Tetapi di sisi lain sejumlah guru
juga mendukung pernyataan Tawaluyan. “Memang betul apa yang dikatakan
Tawaluyan, sebab jika guru-guru tidak segera meng-upgrade diri sesuai UU ini
akan tergilas dan menjadi ‘makhluk perahan’. Saya dan jajaran sudah menjajaki
dan melakukan kualifikasi menuju sertifikasi sesuai petunjuk UU 14 ini.
Positifnya kualitas guru akan meningkat diiringi dengan peningkatan kualitas
hidup dalam hal ini tunjangan dan gaji sesuai janji yang tertuang dalam UU 14. Nah, apakah pemerintah mampu membayar gaji
guru dan dosen yang sudah tersertifikasi seluruh Indonesia yang naik sekitar
300 persen? Saya yakin ini tidak akan mungkin terjadi,” ujar Dra Marlyn J
Taroreh, Kepsek SMAN 1 Manado, Rabu (14/02). Taroreh menambahkan, PP 14 sampai
hari ini (14/02) belum ditandatangani oleh Mendiknas, jadi masih ada
kemungkinan kajian-kajian lebih lanjut. Unima, PTN (Perguruan Tinggi Negeri)
yang ditunjuk sebagai penyelenggara program pendidikan tenaga kependidikan
telah menjalankan amanat UU 14 tersebut. Senin (12/02) lalu, Unima telah
menggelar kuliah perdana kualifikasi guru. Berikut petikan Humas Unima, Hanny
Massie SPt, “600 guru dari total 17.000 guru di Sulut yang ikut kualifikasi.
Kualifikasi ini dilakukan untuk menjemput sertifikasi sesuai UU 14, akan butuh
10 tahun dengan lulusan setiap tahun sejumlah 1700 guru. Sesungguhnya,
guru-guru yang sudah tersertifikasi akan memperoleh tunjangan sekitar 4 juta perbulan
diluar gaji pokok, jadi saya setuju jika disebut akan ada kenaikkan sekitar 300
persen,” ujarnya.
Sementara itu, Toar Palilingan SH, pengamat pendidikan Sulut mengkritisi persoalan ini dengan bijak. Menurutnya, mampu atau tidak mampu pemerintah membayar gaji guru dan dosen nanti adalah tantangan bagi kita semua. “Dalam amanat agung UUD 45 menyebutkan pemerintah harus menyisihkan 1/5 anggaran pembangunan untuk pendidikan. Dalam APBN dan APBD kita lihat sudah ada pos pendidikan sebesar 20 persen, implementasinya memang belum seperti yang kita harapkan. Tetapi euforia reformasi lalu sering mengkambinghitamkan pendidikan sebagai penyumbang keterpurukan bangsa ini. Makanya saya optimis, usaha pemerintah dalam human investment kali ini dengan UU 14, akan menjadi manifestasi dari pembenahan Indonesia seutuhnya, ”terang Palilingan”. Seperti diketahui, di dalam UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tersebut, diamanatkan bahwa guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang strategis dalam pembangunan nasional dibidang pendidikan dan karenanya perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Menjawab hal ini, Depdiknas telah merencanakan program kegiatan dengan menggunakan dana APBNP Tahun 2006-2007 untuk mengimplementasikan UU tersebut.
Program tersebut antara lain pelaksanaan sertifikasi guru, peningkatan kualifikasi, peningkatan kompetensi guru, pendidikan di daerah terpencil, dan maslahat tambahan (penghargaan akhir masa bakti bagi guru dan beasiswa bagi putra-putri guru berprestasi/berdedikasi, red). Tujuan sertifikasi adalah untuk meningkatkan kualitas guru yang pada akhirnya diharapkan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Guru dalam jabatan yang telah memenuhi syarat dapat mengikuti proses sertifikasi untuk mendapat sertifikat pendidik.
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Guru , belum sepenuhnya berpihak pada nasib guru. RPP guru tersebut, sebaiknya disempurnakan kembali, karena ada sebagian substansinya yang justru mempersulit guru memperoleh hak-haknya sesuai amanat Undang-undang (UU) No 14/2005 tentang Guru dan Dosen.“Kami telah mempelajari dengan cermat RPP Guru dan menilai rancangan itu belum sepenuhnya memihak pada guru atau tidak sessuai amanat UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Padahal, UU tersebut, khususnya Pasal 80 menggariskan agar guru segera memperoleh kesejahteraan,“ tegas Wakil Ketua Komisi X DPR Anwar Arifin. Namun, kata Anwar, banyak aturan yang menghambat implementasi program peningkatan kesejahteraan guru sebagaimana yang diamanatkan UU No.14/2005 itu, seperti tunjangan fungsional yang seharusnya sudah harus direalisasikan karena sudah dianggarkan dalam APBN 2006 dan 2007. Anwar melanjutkan, ada sejumlah aturan dalam pasal-pasal RPP yang justru mempersulit guru untuk memperoleh haknya. Misalnya, tunjangan profesi, tunjangan fungsional dan maslahat tambahan karena diperketatnya berbagai persyaratan yang sulit dipenuhi. “Banyak aturan yang menyebabkan sebagian guru tidak memperoleh haknya karena aturan tersebut hanya mengatur guru-guru dalam jabatan struktural,” katanya.
Sementara itu, Toar Palilingan SH, pengamat pendidikan Sulut mengkritisi persoalan ini dengan bijak. Menurutnya, mampu atau tidak mampu pemerintah membayar gaji guru dan dosen nanti adalah tantangan bagi kita semua. “Dalam amanat agung UUD 45 menyebutkan pemerintah harus menyisihkan 1/5 anggaran pembangunan untuk pendidikan. Dalam APBN dan APBD kita lihat sudah ada pos pendidikan sebesar 20 persen, implementasinya memang belum seperti yang kita harapkan. Tetapi euforia reformasi lalu sering mengkambinghitamkan pendidikan sebagai penyumbang keterpurukan bangsa ini. Makanya saya optimis, usaha pemerintah dalam human investment kali ini dengan UU 14, akan menjadi manifestasi dari pembenahan Indonesia seutuhnya, ”terang Palilingan”. Seperti diketahui, di dalam UU 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tersebut, diamanatkan bahwa guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang strategis dalam pembangunan nasional dibidang pendidikan dan karenanya perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Menjawab hal ini, Depdiknas telah merencanakan program kegiatan dengan menggunakan dana APBNP Tahun 2006-2007 untuk mengimplementasikan UU tersebut.
Program tersebut antara lain pelaksanaan sertifikasi guru, peningkatan kualifikasi, peningkatan kompetensi guru, pendidikan di daerah terpencil, dan maslahat tambahan (penghargaan akhir masa bakti bagi guru dan beasiswa bagi putra-putri guru berprestasi/berdedikasi, red). Tujuan sertifikasi adalah untuk meningkatkan kualitas guru yang pada akhirnya diharapkan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Guru dalam jabatan yang telah memenuhi syarat dapat mengikuti proses sertifikasi untuk mendapat sertifikat pendidik.
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Guru , belum sepenuhnya berpihak pada nasib guru. RPP guru tersebut, sebaiknya disempurnakan kembali, karena ada sebagian substansinya yang justru mempersulit guru memperoleh hak-haknya sesuai amanat Undang-undang (UU) No 14/2005 tentang Guru dan Dosen.“Kami telah mempelajari dengan cermat RPP Guru dan menilai rancangan itu belum sepenuhnya memihak pada guru atau tidak sessuai amanat UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Padahal, UU tersebut, khususnya Pasal 80 menggariskan agar guru segera memperoleh kesejahteraan,“ tegas Wakil Ketua Komisi X DPR Anwar Arifin. Namun, kata Anwar, banyak aturan yang menghambat implementasi program peningkatan kesejahteraan guru sebagaimana yang diamanatkan UU No.14/2005 itu, seperti tunjangan fungsional yang seharusnya sudah harus direalisasikan karena sudah dianggarkan dalam APBN 2006 dan 2007. Anwar melanjutkan, ada sejumlah aturan dalam pasal-pasal RPP yang justru mempersulit guru untuk memperoleh haknya. Misalnya, tunjangan profesi, tunjangan fungsional dan maslahat tambahan karena diperketatnya berbagai persyaratan yang sulit dipenuhi. “Banyak aturan yang menyebabkan sebagian guru tidak memperoleh haknya karena aturan tersebut hanya mengatur guru-guru dalam jabatan struktural,” katanya.
3. Diskriminatif
Dia mengemukakan, banyak pula aturan yang bersifat
diskriminatif yang memungkinkan sebagian guru tidak memperoleh haknya karena
aturan di luar kriteria profesi, seperti rasio jumlah murid dan sebagainya,
seperti tercantum dalam Pasal 14 Ayat (1). “Adanya aturan yang membatasi guru
memperoleh hak sesuai dengan profesinya, seperti pembatasan usia guru yang
dapat memperoleh tunjangan profesi,” katanya. Di sisi lain, adanya aturan dalam
RPP tersebut yang memungkinkan pemerintah lepas tanggung jawab untuk membayar
maslahat tambahan dan membebankan hal tersebut kepada satuan pendidikan.Dia
mengemukakan, UU No 14/2005 tentang guru dan dosen adalah titik masuk untuk
memastikan kesungguhan dalam menghargai profesi guru sebagai ujung tombak
transformasi sosial melalui pendidikan. UU itu secara subtansial telah
mengaitkan antara profesionalisme guru dan perbaikan kesejahteraan.Khusus
tunjangan fungsional tidak diberikan perintah untuk diatur dengan peraturan
pemerintah. Dengan demikian, seharusnya sejak tahun 2006 guru dan dosen sudah
dapat menikmati peningkatan kesejahteraan, seperti yang diamanatkan dalam UU,
karena DPR telah mengalokasikan anggarannya dalam APBN.
Disinggung bahwa RPP Guru itu tinggal
menunggu pengesahan saja, Anwar mengatakan, RPP bisa saja disempurnakan kembali
dan tidak memakan waktu lama. “Sambil menunggu pengesahan, pasal-pasal yang
belum sempurna bisa dikaji. Ini lebih baik,” katanya. Pandangan serupa
disampaikan ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman. Dia mengatakan,
sebaiknya pemerintah mengkaji kembali RPP Guru. “Penyusunan peraturan
pemerintah atas UU Guru dan Dosen harus memprioritaskan jaminan ketersediaan
biaya peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi bagi guru.
4. Pepesan Kosong
Selain itu, RPP Guru ini dinilai masih kental dengan
nuansa diskriminatif dan membuka peluang terjadinya kesenjangan antarguru,
khususnya guru swasta dan negeri,“ ujarnya. Kalau tidak kata dia, upaya
meningkatkan harkat dan kesejahteraan guru seperti yang dijanjikan UU hanya
pepesan kosong. Belum lagi nuansa diskriminatifnya masih kental. Ini bisa
mengarah kepada terbukanya peluang kesenjangan antarguru,” ujarnya. Suparman
mengatakan, peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru
sangat penting untuk kehidupan sebagian besar dari sekitar 2,05 juta guru di
Indonesia. “Lantaran hanya dengan ijazah sarjana ditambah sertifikat
pendidiklah guru bisa menerima tunjangan profesi. Kalau tidak, di luar gaji,
guru bersangkutan hanya akan menerima paling tinggi tunjangan fungsional,”
katanya. Suparman mengemukakan, pada jenjang SD saja ada sekitar 80-90 persen
guru belum berijazah S-1 atau D-4. Padahal, ijazah tersebut merupakan
persyaratan untuk menempuh pendidikan profesi dankemudian meraih sertifikat
pendidik.“Masalahnya, tidak semua gurumampu membiayai dirinya sendiri untuk
kuliah meraih ijazah S-1 atau D-4,” katanya. Karena itu, kata Suparman, RPP
yang menjabarkan Pasal 13 UU Guru dan Dosen harus diprioritaskan. Pasal
tersebut menyebutkan, “pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan
anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi
guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”. Kepala Pusat Informasi dan
Hubungan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Bambang Wasito
Adi mengatakan bahwa RPP Guru tinggal menunggu pengesahannya saja. Dikatakan,
RPP Guru kini sudah tidak lagi di Depdiknas, namun sudah di Depkumham. “Lagi
pula, proses untuk pengajuan RPP Guru sudah melalui prosedur yang ketat.
Artinya, sudah melalui kajian-kajian yang melibatkan banyak DPR,” katanya.
a. Syarat Profesionalisme Guru dan Implementasinya
Kompetensi
guru atau sering dikatakan adalah kemampuan dasar guru sebagai perisyaratan
dalam kemampuan-kemampuan untuk memangku profesi keguruan. Maka maksud dari
guru yang profesional adalah guru yang mampu memenuhi standarisasi kompetensi
guru. Konsep dasar dari kompetensi dalam konteks keprofesian, definisi
kompetensi mengarah pada kecakapan atau kemampuan guru, karakteristik kecakapan
(skill) dan tindakan dari (kinerja rasional) untuk mencapai tujuan yang
diharapkan (Saud, 2008: 44-45).
Nana
Sudjana memahami kompetensi sebagai suatu kemampuan yang disyaratkan untuk
memangku profesi (Sudjana, 1988: 17), artinya kompetensi yang merupakan
kemampuan dasar harus dimiliki oleh seseorang, hal yang dimaksud disini adalah
guru. Balnadi Sutadipura (1986: 10) menambahkan kompetensi guru di mulai dari
tingkat pra sekolah, tingkat dasar, dan tingkat menegah yang dikategorisasikan
dalam dua hal: kompetensi umum dan kompetensi khusus. Kompetensi umum adalah
kemampuan dan keahlian yang harus dimiliki seorang guru pada tiap jenjang
pendidikan, sedangkan kompetensi khusus adalah kemampuan dan keahlian yang
harus dimiliki secara khusus sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditekuni.
Semisalnya, menguasai bahan adalah kompetensi umum, sedangkan menceritakan
dongeng adalah kompetensi khusus yang harus dikuasai oleh pendidik khususnya
tingkat Taman Kanak Kanak (Raudhatul Athfal).
Kompetensi
merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan
ketrampilan (daya pisik) yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Dengan kata
lain, kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan pengetahuan, ketrampilan,
nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam
melaksanakan tugasnya.
Menurut
UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1, Ayat 10, disebutkan “Kompetensi
adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan”.
Sebelum
UU 14/2005 dan PP 19/2005 ada sepuluh kompetensi dasar guru yang dirumuskan
oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK). Sepuluh kompetensi tersebut,
yakni : 1) Kemampuan menguasai bahan ajar, 2) Kemampuan mengelola program
belajar mengajar, 3) Kemampuan mengelolakelas, 4) Kemampuan menggunakan
media/sumber belajar, 5) Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan, 6)
Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar, 7) kemampuan menilai prestasi
peserta didik untuk kependidika pengajaran, 8) Kemampuan mengenal fungsi dan
program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, 9) kemampuan mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah, dan 10) kemampuan memahami prinsip-prinsip dan
menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran
(Sagala, 2008: 31).
Dalam
uraian amanat PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 28 menyatakan kompetensi pendidik
sebagai agen dalam pembelajaran baik dalam tingkat dasar, menengah, serta
pendidikan anak usia dini sebagai sebuah syarat menjadi guru profesional
meliputi empat (4) kompetensi : (a) kompetensi paedagogik, (b) kompetensi
kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial.
1)
Kompetensi Paedagogik
Secara
etimologi, paedagogik berasal dari kata bahasa Yunani, paedos (anak) dan
agogos (mengantar atau membimbing), maka dari itu paedagogis berarti
membimbing anak (Payong, 2011: 28).Kemampuan paedagogik adalah kemampuan
mengelola pembelajaran yang mencakup pengusaan pengetahuan dan ketrampilan
mengajar (Alma, 2009: 141).
Menurut Permendikas No. 16/2007, dalam
standar kompetensi ini di jabarkan dalam delapan kompetensi utama, diantaranya:
1. Menguasai karakteristik dari aspek fisik, moral,
spiritual
2. Menguasai teori-teori pembelajaran
3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata
pelajaran
4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran
5. Menfasilitasi pengembangan potensi dengan
pengaktualisasian potensi
6. Berkomunikasi secara efektif, empatik, santun,
7. Penyelenggaraan penilaian dan evaluasi untuk proses pembelajaran
8. Melakukan tindakan reflektif untuk kualitas
pembelajaran(Payong, 2011: 29)
2)
Kompetensi Profesional
Kemampuan profesional adalah kemampuan penguasaan
materi pelajaran secara luas dan mendalam, serta metode dan teknik mengajar
yang dipahami oleh murid, mudah ditangkap, tidak menimbulkan kesulitan dan
keraguan (Alma, 2009: 142).
Kompetensi
Profesional sebagai diamanatkan dalam PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan terkait penguasaan tersturuktur keilmuwan dari mata pelajaran dan
secara spesifik diatur dalam Permendiknas No 16/2007, standar kompetensi ini
dijabarkan ke dalam lima (5) kompetensi, yakni:
1. Menguasai materi, sturktur, konsep dan pola pikir
keilmuwan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
2. Menguasai standar kompetensi, dan kompetensi dasar
mata pelajaran.
3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara
kreatif.
4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan melakukan tindakan reflektif.
5. 5. Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan
diri.(Payong, 2011: 44-45).
3)
Kompetensi Kepribadian
Kemampuan kepribadian adalah kemampuan yang stabil,
dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan, dan berakhlak mulia. Pada kemampuan
ini mengajarkan konsep pendidikan teladan(Alma, 2009: 142), artinya guru
memberikan citra yang baik kepada murid agar senantiasa murid mengikuti contoh
yang baik pula, karena padasarnya guru merupakan representasi dari sekelompok
orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi
teladan, yang dapat digugu dan ditiru (Uno, 2007: 17).
Menurut
Permendikas No. 16/2007, kemampuan dalam kompetensi ini mencakup lima
kompetensi utama, yakni: 1) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum,
sosial, dan kebudayaan nasional, 2) menampilkan diri sebagai pribadi jujur,
berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat, 3) menampilkan
diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, 4)
menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru,
dan rasa percaya diri, dan 5) menjunjung tinggi kode etik profesi guru.(Payong,
2011: 51).
4)
Kompetensi Sosial
Kemampuan sosial adalah kemampuan guru dalam
berkomunikas baik di lingkungan
intra maupun ekstra sekolah (Alma, 2009: 142).Peran dari kompetensi sosial
untuk membangun kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain secara efektif
(siswa, rekan guru, orang tua, kepala sekolah, dan masyarakat umum). Menurut
Permendikas No. 16/2007, ada standar kompetensi yang mencakup empat
kompetensi utama, yakni: 1) bersikap inklusif, bertindak objektif, dan tidak
diskriminatif, 2) berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun, 3)
beradaptasi di tempat tugas seluruh wilayah RI, dan 4) berkomunikasi dengan
komunitas profesi sendiri dan profesi lain (Payong, 2011: 61).
Secara
hakikat, penerapan empat kompetensi yang sudah dimandatkan dalam PP No. 19
Tahun 2005 Pasal 28, mengartipentingkan posisi guru/pendidik dalam kesuksesan
sebuah pembelajaran yang berimplikasi pada kesempurnaan tujuan pendidikan, yang
salah satunya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) dan nilai-nilai
(values) pada peserta didik. Kompetensi kepribadian menggambarkan
internalisasi pribadi guru, sedangkan profesional, paedagodik, dan sosial
adalah peranan guru dalam melaksanakan sebuah pembelajaran.
E. Kekurangan Dan Kelebihan Implementasi
Undang-Undang No 14 Tahun 2005
1. Kekurangan
a.
Minimnya anggaran dana untuk pelaksanaan
sertifikasi menyebabkan proses sertifikasi sering mengalami masalah teknis,
seperti terbatasnya dana bagi assessor atau penundaan pelaksanaan sertifikasi.
b.
Dalam rangka sertifikasi pendidik, masih
banyak ditemukan kesulitan-kesulitan dalam segi teknis pelaksanaan baik bagi
guru maupun pelaksana sertifikasi sendiri. Antara lain:
1) Para guru saat ini banyak
kesulitan mengumpulkan bukti-bukti Dokumen Portofolio yang dipersyaratkan, ini dikarenakan beberapa hal diantaranya
adalah banyak yang tidak disiplin menyimpan arsip-arsip SK, pengalaman
organisasi termasuk piagam-piagam penghargaan (sertifikat).
2) Penilaian yang bersifat
subjektif , yang hanya disandarkan pada penilaian portfolio bukan pada keadaan
sebenarnya.
3) Tidak dimuatnya pasal yang
mengatur eksistensi Guru swasta sehingga UU ini seperti memperlihatkan
perbedaan kedudukan dan hak mendapatkan kesejahteraan antara Guru swasta dan
Guru PNS, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (2) yang berbunyi:
"Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan
perundang-undangan ini."
4) Dalam segi UU, Peraturan, serta hal-hal yang
bersifat normatif kita telah mampu menyusunnya dengan baik. Kita memang ahli
dalam mendeskripsikan hal-hal yang bersifat filosofis dan normatif, namun jauh dari realita yang
sesungguhnya terjadi.
5) Upaya untuk melakukan sosialisasi kebijakan
telah cukup, namun biasanya tidak diikuti bagaimana memantau dan mengevaluasi
suatu kebijakan, serta bagaiamana upaya pemecahan masalah yang muncul dapat
dirumuskan;
6) Semua pihak menyadari bahwa mutu pendidikan
kita rendah, akan tetapi solusi untuk mengatasinya belum diikuti oleh kebijakan
yang mengacu kepada aspek pendidikan. Aspek lain misalnya politik, ekonomi,
ikut berperan serta
7) Salah satu contoh mengenai peningkatan
keprofesionalan guru seringkali dijawab dengan kebijakan pelatihan dan
penataran, tanpa diikuti upaya monitoring dan evaluasi. Para guru hanya diberi
prinsip-prinsip atau teori, tetapi tidak dibimbing bagaimana menerapkan teori
dan prinsip tersebut ke dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Para pejabat
asyik berkelakar tentang peraturan dan undang-undang, sementara para pakar
kekurangan waktu untuk menyajikan materi yang diperlukan guru.
8) Para guru yang ditatar dan dilatih tidak
menerapkan pengetahuannya setelah mereka kembali ke sekolah. Mereka terjebak ke
dalam pola pembelajaran lama yang berpusat kepada guru, bukan berpusat kepada
siswa. Hal-hal pokok seperti teori
pembelajaran, model-model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, penggunaan
media, sumber belajar serta asesmen dan evaluasi pembelajaran hanya merupakan
pengetahuan yang berhenti sebagai sesuatu yang diketahui, tetapi sulit untuk
diterapkan di kelas.
9) Para guru mengalami kesulitan dalam menyusun
silabus, RPP, LKS, dan bagaimana
menerapkannya dalam proses pembelajaran.
10) Undang-undang NO. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
terkait dengan kompetensi kepribadian terlalu fokus terhadap pendidikan formal
saja kurang memperhatikan pendidikan non formal dan informal, penulis
menyarankan kedepannya harus ada pembaruan dalam sistem pendidikan. Pendidikan non
formal dan informal juga sangat penting untuk diperhatikan karena secara tidak
langsung pendidikan non formal dan informal ikut andil dalam mempengaruhi
perkembangan peserta didik. Karena pada hakekatnya subtansi pendidikan
Islam adalah lebih cenderung pada aspek psikomotortik bukan pada aspek
kognitifnya saja.
11) Meskipun sudah banyak kebijakan yang disahkan oleh
pemerintah salah satunya pendidikan karakter. Tapi kenytaan yang ditemui
dilapangan hanya sebatas forrmalitas. Ini disebbabkan oleh kurangnya
sosialisasi dari pemerintah itu sendiri dan kurangnya kesadaran dari guru untuk
mengimpelementasikan pendidikan karakter kepada peserta didik. Pendidikan
karakter sangat penting guna mengatasi budaya-budaya kekerasan yang terjadi di
sekolah seperti: tindak kekerasan yang dilakukan oleh guru, tawuran,
penganiayaan terhadap sesama peserta didik, dan seks bebas dan lain-lain.
12) Hendaknya pemerintah merumuskan kembali sebuah
kebijakan yang terkait dengan media pembelajaran, masih banyak sekolah yang
tidak mempunyai fasilitas media pembelajaran, oleh karenanya secara tidak langsung
ini akan menghambat proses pembelajaran di sekolah tersebut. Karena media
pembelajaran merupakan fasilitas yang digunakan oleh guru untuk mempermudah
proses pembelajaran.
13) Hendaknya pemerintah mengimplementasikan kode etik
secara optimal tidak hanya sebatas papan pengumuman yang hanya dipajang namun
pelaksanaannya tidak ada. Realitas yang kita lihat sekarang banyak guru-guru
yang datang ke sekolah hanya mengisi absen ngobrol kemudian pulang. Kejadian
seperti masih marak dilakukan oleh oknum guru, ini menandakan tidak ada
tindakan tegas dari pemerintah.
14) Pemerintah hendaknya merumuskan sebuah kebijakan baru
yang mensyarakat akhlak sebagai tolak ukur utama untuk menjadi seorang guru
yang profesional bukan dari segi hard skilnya.
15) Minimnya anggaran dana untuk pelaksanaan
sertifikasi menyebabkan proses sertifikasi sering mengalami masalah teknis,
seperti terbatasnya dana bagi assessor atau penundaan pelaksanaan sertifikasi.
16) Dalam rangka sertifikasi pendidik, masih
banyak ditemukan kesulitan-kesulitan dalam segi teknis pelaksanaan baik bagi
guru maupun pelaksana sertifikasi sendiri. Antara lain:
a. Para guru saat ini banyak kesulitan
mengumpulkan bukti-bukti Dokumen Portofolio yang dipersyaratkan, ini
dikarenakan beberapa hal diantaranya adalah banyak yang tidak disiplin
menyimpan arsip-arsip SK, pengalaman organisasi termasuk piagam-piagam
penghargaan (sertifikat).
b. Penilaian yang bersifat subjektif , yang
hanya disandarkan pada penilaian portfolio bukan pada keadaan sebenarnya.
c. Tidak dimuatnya pasal yang mengatur
eksistensi Guru swasta sehingga UU ini seperti memperlihatkan perbedaan
kedudukan dan hak mendapatkan kesejahteraan antara Guru swasta dan Guru PNS,
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (2) yang berbunyi: "Guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan
ini."
d. Umumnya para
guru masih menyusun KTSP Buku II (silabus, RPP dan LKS) dengan teknik “copy
paste”, yang berarti mereka belum menyusun silabus, RPP dan LKS berdasar
keperluan dan kondisi mereka sendiri;
e. Meskipun
mereka mengaku memiliki RPP, namun ketika proses pembelajaran siswanya
diobservasi, semua guru tidak membawa RPP dengan alasan tertinggal di rumah;
f. Dari analisis
RPP yang diperoleh ternyata terdapat perbedaan antara apa yang dituliskan
dengan apa yang diimplementasikan di kelas. Di RPP guru menuliskan penggunaan
pendekatan konstruktivistik, guru berperan selaku fasilitator, namun dari observasi di kelas dapat diketahui
bahwa guru lebih dominan, banyak menggunakan ceramah, para siswa pasif, dan guru tidak memahami bagaimana
mengimplementasikan pendekatan konstruktiivistik di kelas sebagaimana
disarankan kurikulum 2006;
g. Pengelolaan
kelas dilakukan secara konvensional sehingga tidak memungkinkan terjadinya
interaksi antar siswa, kecuali ada 2 SMP yang menggunakan pengelolaan kelas
yang memungkinkan terjadinya saling belajar antar siswa.
h. Dalam
melakukan evaluasi/assesmen, umumnya guru menggunakan tes secara tertulis,
sehingga tes hanya berorientasi ke ranah kognitif, hanya beberapa guru yang
menggunakan rubrik untuk assesmen. Ini
berarti bahwa pemahaman guru tentang asesmen hanya pada ranah kognitif, tidak
sampai pada ranah afektif dan psikomotor
i. Guru tidak
memiliki waktu cukup untuk menerapkan metode, pendekatan dan model-model
pembelajaran yang disarankan. Jika diterapkan, waktunya lama sehingga guru
tidak dapat menyelesaikan penyampaian materi pembelajaran yang cukup banyak
kepada siswa.
j. Jika menghadapi
Ujian Nasional, guru cenderung mengadakan drill dan latihan soal-soal ujian.
2. Kelebihan
a.
UU ini memberikan peluang bagi setiap
guru untuk meningkatkan kompetensi serta kualifikasi yang dipersyaratkan
sehingga dapat memenuhi standar kualifikasi seorang guru..
b.
Dengan adanya UU ini maka membuka
peluang bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan mutu guru dengan mengadakan
berbagai diklat Guru. Hal ini dilakukan demi membantu percepatan pencapaian
kualifikasi dan kompetensi Guru.
c.
UU ini memberikan motivasi bagi Perguruan
Tinggi/Universitas untuk meningkatkan kualitas SDM dan pengajaran pada peserta didik
yang sedang menempuh kuliah pada Fakultas Pendidikan dan berminat menjadi Guru.
d.
UU ini dapat melahirkan Guru yang
professional, berkualitas dan kompeten dalam bidangnya, jadi profesi guru
bukanlah dijadikan hanya sekedar batuloncatan yang sesaat saja
Jalal, Fasli (2007) mengungkapkan bahwa
pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang
bermutu, yakni guru yang profesional,
sejahtera dan bermartabat. Karena itu
sangat tepat jika Pemerintah berupaya untuk meningkatkan keprofesionalan guru,
dengan tidak mengesampingkan faktor-faktor lainnya. Salah satu upaya untuk
meningkatkan keprofesionalan guru adalah melalui sertifikasi guru. Adapun
tujuan sertifikasi guru adalah:
1. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan
tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional
2. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
3. Meningkatkann martabat guru, dan
4. Meningkatkan profesionalitas guru
Adapun manfaat
sertifikasi guru adalah:
a.
Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak
kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru.
b.
Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan
yang tidak berkualitas dan profesional.
c.
Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK , dan kontrol
mutu dan jumlah guru bagi pengguna layanan pendidikan.
d.
Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan (LPTK) dari
keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
e. Memperoleh tujangan profesi bagi guru yang
lulus ujian sertifikasi.
DAFTAR
PUSTAKA
E. Mulyasa, 2004. Kurikulum
Berbasis Kompetensi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,) hlm 37.
Pusat Bahasa Depdiknas,2001. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hal. 603.
Http://penadeni.com/2011/07/10/saat-organisasi-guru-terpecahbelah/#ixzz1hgpwxqYI (diakses pada hari kamis tanggal 13 maret 2014 pada pukul 14:35)
PGRI dan
Fenomena Maraknya Organisasi Guru » Pena Deni | Mendedikasikan Diri
untuk Dunia Pendidikan, 2006. (Diakses pada
hari Rabu tanggal 12 Maret 2014 pada pukul 14.45 WIB)
Undang-Undang Republik Indonesia
Tentang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005,
pasal 1 ayat1, hlm 3.
Istianah Abu Bakar, 2006. Konsep
Kepribadian Guru Historis,(Malang : el –Harakah UIN Malang, hlm 405.
Surya, Muhammad. 2003. Psikologi
Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.
Anwar, Moch. Idochi. 2004. Administrasi
Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Arikunto, Suharsimi 1993. Manajemen
Pengajaran Secara Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Anwar Jasin, Tt. Pengembangan
Profesionalisme Guru dalam rangka Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia, hal.
39-40.
Paul
Suparno, 2002. Kualifikasi Guru SD Haruskah S-1?, dalam Suara Harian
Kompas, Tanggal 10 Oktober 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar