MAKALAH KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
“CARA
PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENURUT TUNTUNAN ISLAM”
Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan
Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Samino M.M.
Disusun Oleh Kelompok 18 :
1.
SRI WAHYUNI (A510120172/IVF)
2.
ARYAWATI TUTI WAHYUNI (A510120184/IVF)
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengambilan
keputusan adalah kegiatan yang paling sering di lakukan oleh orang-orang pada
semua tingkatan dan bidang organisasi. Karena makna dari keputusan sendiri
diartikan bahwa pilihan di antara dua atau lebih alternatif (Robbin &
Coulter, 2009:162). Sedangkan ketika kita dibenturkan oleh suatu masalah, kita
di haruskan mengambil sebuah keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah
tersebut. Contohnya, ketika kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dalam
beberapa organisasi kemahasiswaan, suatu hari kita dipertemukan oleh agenda
kegiatan/ rapat dalam waktu yang bersamaan dari organisasi A dan B yang kita
ikuti. Dalam masalah seperti itu kita di haruskan untuk mengambil keputusan
kegiatan/ rapat mana yang harus kita hadiri.
Dalam sebuah pengambilan
keputusan terkadang kita harus mengorbankan hal yang tentunya sangat kita
senangi/ kita inginkan. Ketika kita memilih kegiatan organisasi A maka
kesempatan mengikuti organisasi B akan hilang dan sebaliknya. Dengan kata lain
pengambilan keputusan itu memiliki fungi yang sangat penting untuk seseorang
dalam sebuah organisasi atau sebagai anggota organisasi.
Seorang anggota
organisasi harus mampu memprioritaskan suatu pilihan yang tepat dalam
keputusannya, agar keputusan tersebut tidak di sesalinya kemudian hari.
Terkadang pengambilan keputusan seseorang akan disesali ketika keputusannya
tidak sesuai dengan prediksi/ tujuannya. Selain itu kehidupan nyata dalam
organisasi terkadang keputusan kita berbenturan terhadap kepentingan orang
lain/ organisasi. Dari masalah tersebut menandakan bahwa pengambilan keputusan
itu tidaklah mudah. Salah satunya adalah kita harus mempertimbangkan hal-hal
yang lain di sekeliling kita.
Dewasa ini banyak
pedoman dalam pengambilan keputusan di dalam sebuah organisasi. Dari beberapa
pedoman tersebut tentunya banyak cara/ norma/ atau aturan yang berbeda. Untuk
mengembangkan keilmuan Islam yang terus berkembang pesat hingga sekarang ini,
tentunya penulis akan membahas makalah ini dengan bertamakan tentang
“pengambilan keputusan menurut islam”. Sudah tidak asing lagi telinga kita
mendengar intergrasi-interkoneksi antara ilmu umum dan juga ilmu islam terutama
bagi akademisi di UIN Sunan Kalijaga. Karena sesungguhnya di dalam islam pun
mengajarkan tata cara pengambilan keputusan yang baik dan bijaksana, namun
mungkin hal tersebut belum mampu terjamah, akibat banyaknya keilmuan yang kita
anut di adopsi dari barat tanpa mendalaminya secara sungguh-sungguh, dalam
artian lain kita hanya mampu mempergunakannya saja (pragmatis) tanpa mengetahui
makna yang mendasar di dalamnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
proses pengambilan keputusan yang baik?
2.
Bagaimana
pengambilan keputusan menurut Islam?
3.
Bagaimana
sebuah organisasi mengaplikasikan pengambilan keputusan sesuai Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui cara/ proses pengambilan keputusan yang baik
2. Untuk mengetahui cara/ proses pengambilan keputusan yang bijaksana
sesuai Islam
3. Untuk mengetahui kinerja pengambilan keputusan sesuai dengan Islam
dalam organisasi nyata
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pengambilan keputusan adalah proses memilih dari sejumlah
alternatif. Pengambilan keputusan penting bagi setiap anggota organisasi,
terutama pemimpin/ pimpinan organisasi. Karena proses pengambilan keputusan
mempunyai peran penting dalam memotivasi, kepemimpinan, komunikasi, koordinasi,
dan perubahan organisasi. Setiap level anggota organisasi mengambil keputusan
secara hierarkis (Husaini, 2008:361). Tak ada di dalam suatu organisasi,
anggota yang tidak memiliki kesempatan untuk mengambil keputusan. Semua anggota
memiliki hal tersebut meskipun tidak semuanya memiliki hak pengambilan
keputusan yang sama setiap tingkatan. Pengambilan keputusan dalam organisasi
sangat berpengaruh dalam pertumbuhan organisasi. Positif atau negatifnya
pertumbuhan tersebut tergantung si pengambil keputusan. Artinya si
pengambil keputusan organisasi adalah orang yang sangat menentukan organisasi
tersebut.
Pengambilan
keputusan Islami ialah pengambilan keputusan yang di lakukan sesuai dengan
syari’at (hukum) Islam atau dengan lain pengambilan keputusan Islami yaitu
proses memilih dari berbagai alternatif sesuai dengan tuntunan Islam. Menurut
pandangan Islam, ketika berbicara tentang pengambilan keputusan tidaklah
semata-mata hanya berpatokan kepada perkembangan dari sisi material suatu
organisasai saja. Namun harus mampu melihat sisi yang lainnya, seperti yang di
ajarkan Islam tentang hablumminallah (hubungan baik dengan Allah),
hamblumminannas (hubungan baik dengan manusia), dan yang terakhir yang adalah
hablumminal-alam (hubungan baik dengan alam). Dari tiga prinsip tersebut sang
pengambil keputusan akan mampu melakukan pengambilan keputusan sesuai dengan
Islam/ yang Islami.
B.
Proses Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan memiliki beberapa tahapan dalam prosenya.
Namun sebelumnya mari kita pahami terlebih dahulu mengenai gaya pengambilan
keputustan menurut Robbins & Coulter dalam bukunya yang berjudul
“Manajemen”. Gaya pengambilan keputusan tersebut adalah:
1.
Gaya
mengarahkan, gaya pengambilan keputusan ini dicirikan oleh toleransi yang
rendah terhadap ambiguitas dan cara berfikir yang rasional. Mereka itu efisien
dan logis. Jenis mengarahkan membuat keputusan secara cepat dan memusatkan
perhatian pada jangka pendek. Kecepatan dan efisiensi mereka dalam membuat keputusan
sering mengakibatkan mereka mengambil keputusan dengan informasi minimum dan
meniai sedikit alternatif saja.
2.
Gaya
analitis, pembuat keputusan ini dicirikan oleh toleransi terhadap ambiguitas
yang tinggi dan bersifat rasional. Mereka menginginkan lebih banyak informasi
sebelum mengambil keputusan dan merenungkan lebih banyak alternatif. Para
pengambil keputusan analitis yang paling baik dicirikan sebagai pengambil
keputusan yang hati-hati dengan kemampuan untuk beradaptasiatau menghadapi
situasi-situasi yang unik.
3.
Gaya
konseptual, gaya pengambilan keputusan ini dicirikan oleh toleransi terhadap
ambiguitas yang tinggi dan cara berfikir intuitif. Individu-individu dengan
gaya konseptual cenderung amat luas pandangan mereka dan akan melihat banyak
alternative. Mereka memusatkan perhatian jangka panjang dan sangat baik dalam
menemukan pemecahan kreatif atas sejumlah masalah.
4.
Gaya
perilaku, gaya pengambil keputusan ini dicirikan oleh toleransi terhadap
ambiguitas yang rendah dan cara berfikir intuitif. Para pengambil keputusan
gaya perilaku sangat baik dalam bekerja sama dengan orang lain. Mereka menaruh
perhatian pada prestasi anak buah dan sangat suka menerima saran dari orang
lain. Sering kali mereka menggunakan rapat untuk berkomunikasi meskipun mereka berusaha
menghindari konflik. Penerimaan oleh orang lain itu penting bagi para pengambil
keputusan yang bergaya perilaku.
Setelah mengetahui
macam-macam gaya pengambilan keputusan penulis akan membahas mengenai pokok
permasalahan yaitu proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan di
perlukan rangkaian langkah-langkah yang harus di tempuh guna dapat mengambil
keputusan dengan baik. Menurut Robbins & Coulter ada delapan langkah proses
pengmbilan keputusan, yaitu :
1.
Mengenali/
identifikasi masalah
Mengenali masalah
dengan efektif tidaklah mudah atau sepele. Manajer (orang yang mengambil
keputusan) dapat mengenali masalah dengan lebih baik jika mereka memahami
tiga sifat masalah :
a.
Anda
harus sadar terhadap masalah,
b.
berada
dalam tekanan untuk bertindak, dan
c.
mempunyai
sumber daya yang di perlukan untuk bertindak .
Manajer akan
menyadari adanya masalah dengan melihat dimana suatu hal berada sekarang di
banding dengan dimana seharusnya mereka berada dan kemana masalah itu ingin
mereka tempatkan. Jika masalah tidak pada di tempat yang mereka inginkan atau
jika hal-hal yang tidak berjalan dengan lancar seperti yang mereka inginkan,
maka akan timbul krisis ketidaksesuaian (Stepthen & Coulter, 2009: 164).
2.
Identifikasi
kriteria keputusan
Setelah mengidentifikasi
masalah yang membutuhkan perhatian, kriteria keputusan yang penting untuk
memecahkan masalah tersebut haruslah teridentifikasi. Artinya, para pengambil
keputusan harus menentukan apa yang relevan dalam mengambil keputusan.
3.
Mengalokasikan
berat kriteria
Kriteria yang
diidentifikasi dalam langkah 2 diatas tidak semuanya penting, oleh karenanya
para pengambil keputusan harus memberi bobot ke butir-butir tersebut untuk
memberinya prioritas yang tepat dalam keputusan si pengambil keputusan.
4.
Menyusun
alternatif
Langkah keempat
menuntut para pengambil keputusan membuat daftar sejumlah alternatif yang dapat
menyelesaikan masalah organisasi. Hal ini agar si pengambil keputusan memiliki
opsi/ alternatif guna mempertimbangkan mana keputusan yang menurutnya terbaik
di antara opsi-opsi yang dimiliki.
5.
Menganalisis
alternatif
Setelah
alternatif-alternatif teridentifikasi, pengambil keputusan secara kritis harus
menganalisis masing-masing alternatif itu. Hal tersebut dengan mengevaluasi
kelemahan dan kelebihan masing-masing alternatif dengan cara membandingkannya
dengan kriteria yang di tetapkan pada langkah pertama dan kedua. Dari
perbandingan itu memperlihatkan kekuatan/ kelebihan dan kelemahan masing-masing
alternatif menjadi jelas.
6.
Memilih
sebuah alternatif
Langkah ini merupakan
tindakan penting yakni memilih alternative terbaik dari alternatiF yang di
pertimbangkan. Kita telah menentukan semua faktor yang terkait dalam keputusan
itu, member bobot, dan mengidentifikasi serta menganalisis alternatif-alternatif
yang bisa berhasil, kita semata-mata harus memilih alternatiff yang
menghasilkan angka paling tinggi dalam langkah ke-5.
7.
Mengimplementasikan
alternatif terpilih
Implementasi mencakup
penyampaian keputusan itu kepada orang-orang yang terpengaruh dan mendapatkan
komitmen mereka atas keputusan tersebut. Jika orang yang harus
mengimplementasikan keputusan ikut serta dalam proses itu dengan semangat di
bandingkan dengan jika mereka hanya di beri tahu apa yang harus di lakukan.
8.
Mengevaluasi
keefektifan keputusan
Langkah terakhir dalam
proses pengambilan keputusan mencakup menilai hasil keputusan tersebut untuk
melihat apakah masalahnya teratasi, apakah alternatif dalam langkah ke-6 dan di
implementasikan dalam langkah ke-7 mencapai hasil yang di kehendaki dan lain
sebagainya.
C.
Pengambilan Keputusan Menurut Islam
Di dalam Islam pengambilan keputusan bagi pemimpin yang beriman
selalu dapat mencari dan menemukan dasarnya di dalam firman-firman Allah SWT
dan Hadits Rasullah SAW. Tanpa bertolak dari dasar firman Allah SWT atau Hadits
Rasul dalam mengambil keputusan, seorang pemimpin dapat terjerumuh menjadi
bid’ah. Keputusan seperti itu akan di kutuk Allah SWT karena bersifat
memperturutkan hawa nafsu yang di tuntun setan (Hadari, 1993:64-77).
Proses pengambilan
keputusan dalam Islam menurut Hadari Nawawi dalam bukunya yang berjudul
“Kepemimpinan Menurut Islam”, yang bersifat apriori berlangsung sebagai berikut
:
1.
Menghimpun
dan melakukan pencatatan serta pengembangan data, yang jika perlu dilakukan
melalui kegiatan penelitian, sesuai dengan bidang yang akan di tetapkan
keputusannya.
2.
Menghimpun
firman-firman Allah SWT dan Hadist Rasullah SAW sebagai acuan utama, sesuai
dengan bidang yang akan di tetapkan keputusannya.
3.
Melakukan
analisis data dengan merujuk pada firman-firman Allah SWT dan Hadits Rasullah
SAW, untuk memisahkan dan memilih yang relevan dan tidak relevan untuk di
rangkai menjadi kebulatan.
4.
Memantapkan
keputusan yang ditetapkan, setelah meyakini tidak bertentangan dengan kehendak
Allah SWT berdasarkan firman-firaman-Nya dan Hadits Rasullah SAW.
5.
Melaksanakan
keputusan secara operasional dalam bentuk kegiatan-kegiatan kongkrit oleh para
pelaksana.
6.
Menghimpun
data operasional sebagai data baru, baik yang mendukung ataupun yang menolak
keputusan yang telah ditetapkan. Data tersebut dapat di pergunakan langsung
untuk memperbaiki keputusan sebagai umpan balik (feedback), apabila ternyata
terdapat kekeliruan.
Pengambilan keputusan yang bersifat apostriori didalam Islam
menurut Hadari adalah:
1.
Ijma’
Ijma memiliki arti
permufakatan, persetujuan dan persesuaian pendapat. Dengan demikian Ijma;
adalah persetujuan di antara para ulama Islam di masa sahabat-sahabat
Rasullah SAW. Pendapat tersebut terutama berasal dari Imam Hambali dan Imam
Hanafiah, yang hanya menerima Ijma’ sampai pada masa sahabat yang empat
(khalifahu Rasyiddin). Dikatakannya : “ barang siapa mendakwa Ijma’ sesudah
sahabat adalah kedustaan semata.” Imam Hambali berpegang pada Ijma’ berkenaan
dengan sesuatu yang paling bermanfaat bagi masyarakat. Sedang Imam hanafi
berpegang pada pendirian bahwa Ijma’ harus sesuatu yang baik dan dapat di
terima oleh akal. Namun kedua Imam itu sepakat bahwa sumbernya harus bersandar
pada Al-Qur’an dan Hadist.
2.
Qiyas
Qiyas pada dasarnya
membandingkan atau menyamakan. Pengertian Qiyas yang lebih luas adalah
menyatakan suatu (hukum) yang ada nashnya di dalam Al-Qur’an dan Hadits, karena
ada ‘illat persamaannya. Pengertian Qiyas yang lain adalah menghubungkan suatu
perkara yang didiamkan oleh syar’ dengan yang di nashkan pada hukum, karena
‘illat yang sama antara keduanya.
3.
Taqlid
Dalam proses pengambilan keputusan,
Islam mengenal juga bentuk Taqlid. Taqlid berarti menerima, mengambil perkataan
atau pendapat orang lain yang tidak ada hujjah (alasannya) dari Al-Qur’an dan
Hadits. Pengertian lain mengatakan Taqlid adalah mengikuti orang yang terhormat
atau dipercaya dalam suatu hukum, dengan tidak memeriksa lagi benar atau
salahnya, baik atau buruknya, manfaat atau mudaratnya hukum itu.
4.
Ittiba’
Ittiba’ berarti
mengikuti dan menurut segala yang di perintahkan, yang dilarang dan yang
dibenarkan Rasullah SAW. Dengan kata lain Ittiba’ adalah mengerjakan agama
dengan mengikuti segala sesuatu yang pernah di terangkan atau dicontohkan
Rasullah SAW, baik berupa perintah atau larangan maupun yang
dibenarkannya.
5.
Ijtihad
Ijtihad sebagai proses
pengambilan keputusan apostriori berarti usaha yang sungguh-sungguh samapai
menghabiskan kesanggupan seorang faqih (ahli hukum agama) dalam menyelidiki dan
memeriksa keterangan dalam Al-Qur’an dan Hadits, untuk memperoleh atau
menghasilakan sangkaan menetapkan hukum syara’ yang diamalkan dengan jalan
mengeluarkan hukum dari kedua sumber tersebut.
D.
Organisasi yang Melakukan Pengambilan Keputusan Sesuai dengan Islam
Organisasi yang menggunakan seluruh pengambilan keputusannya sesuai
dengan Islam belumlah ada yang sempurna. Karena terkadang hal tersebut sering
terjadi benturan kepentingan di dalamnya, seperti kepentingan invidu/ pemimpin
organisasi, kepentingan kelompok/ ideologi, kepentingan ekonomi,dll. Namun di
balik itu semua jika kita meneliti lebih jauh, banyak dari organisasi di
Indonesia sudah mampu menyentuh ke ranah pengambilan keputusan sesuai dengan
Islam.
Ada beberapa
organisasi yang pengambilan keputusannya merujuk pada pengambilan keputusan
sesuai dengan islam, misalnya organisasi massa (Ormas) : Nahdatul Ulama (NU),
Muhammadiyah, Jamaah Tabligh, dll. Sedangkan dari segi ekonomi adalah beberapa
bank yang menganut sistem syari’ah, seperti : Bank Muamalat, Bank BRI Syari’ah,
Bank Mandiri Syari’ah,dll.
Di dalam makalah
ini akan memfokuskan diri pada salah satu organisasi masyarakat, yaitu
Muhammadiyah. Pembahasannya adalah sebagai berikut :
a.
Sejarah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman
Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang
bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan . Beliau adalah
pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku
dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya
untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan
Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan
dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat
ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman
dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga
dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke
luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka
didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh
pelosok tanah air.
b.
Data
Perserikatan Muhammadiyah
Jaringan Muhammadiyah
|
||
1. Pimmpinan Wilayah (PWM)
|
33 Wilayah (Propinsi)
|
|
2. Pimpinan Daerah (PDM)
|
417 Daerah (Kabupaten/Kota)
|
|
3. Pimpinan Cabang (PCM)
|
3.221 Cabang (Kecamatan)
|
|
4. Pimpinan Ranting (PRM)
|
8.107 Ranting (Desa/Kelurahan)
|
|
Majelis-Majelis
|
1. Majelis Tarjih dan
Tadjid
|
|
2. Majelis Tabligh
|
||
3. Majelis Pendidikan
Tinggi (MPT)
|
||
4. Majelis Pembina
Kesehatan Umum (MPKU)
|
||
5. Majelis Pendidikan Kader
(MPK)
|
||
6. Majelis Pustaka dan
Informasi (MPI)
|
||
7. Majelis Ekonomi dan
Kewirausahaan (MEK)
|
||
8. Majelis Lingkungan
Hidup (MLH)
|
||
9. Majelis Pemberdayaan
Masyarakat (MPM)
|
||
10. Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
|
||
11. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MH-HAM)
|
||
12. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
(Dikdasmen)
|
||
13. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan (MWK)
|
||
Lembaga-Lembaga
|
1. Lembaga Amal Zakat
Infaq dan Shodaqqoh (LAZIS)
|
|
2. Lembaga Hubungan dan
Kerjasama International
|
||
3. Lembaga Pengawas
Pengelolaan Keuangan
|
||
4. Lembaga Pengembangan
Cabang dan Ranting
|
||
5. Lembaga Hikmah dan
Kebijakan Publik
|
||
6. Lembaga Penanganan
Bencana
|
||
7. Lembaga Seni Budaya
dan Olahraga
|
||
Organisasi Otonom
|
1. Aisyiyah
|
|
2. Pemuda Muhammadiyah
|
||
3. Nasyiyatul Aisyiyah
|
||
4. Ikatan Mahasiswa
Muhamamdiyah
|
||
5. Ikatan Pelajar
Muhammadiyah
|
||
6. Hizbul Wathan
|
||
7. Tapak Suci
|
Di dalam organisasi Muhammadiyah memiliki
lembaga yang khusus mengkaji mengenai pengambilan keputusan suatu hukum yang di
beri nama Majelis Tarjih dan Tadjid. Majelis tersebut memiliki tugas guna
mengambil keputusan mengenai hukum-hukum beribadah. Berdasarkan garis besar
program, Majelis ini mempunyai tugas pokok:
1.
Mengembangkan
dan menyegarkan pemahaman dan pengalaman ajaran Islam dalam kehidupan
masyarakat yang multikultural dan kompleks.
2.
Mensistematisasi
metodologi pemikiran dan pengalaman Islam sebagai prinsip gerakan tajdid dalam
gerakan Muhammadiyah.
3.
Mengoptimalkan
peran kelembagaan bidang tajdid, tarjih dan pemikiran Islam untuk selalu
proaktif dalam menjawab masalah riil masyarakat yang sedang berkembang.
4.
Mensosialisasikan
produk-produk tajdid, tarjih dan pemikiran keislaman Muhammadiyah ke seluruh
lapisan masyarakat.
5.
Membentuk
dan mengembangkan pusat penelitian, kajian, dan informasi bidang tajdid
pemikiran Islam yang terpadu dengan bidang lain.
Dari Majelis Tarjih
dan Tadjid Muhammadiyah memutuskan beberapa hukum/ fatwa tentang duduk
perkara suatu permasalahan. Hukum tersebut dibuat berdasarkan pada Al-Qur’an
dan Hadist. Hal ini sesuai dengan proses pengambilan keputusan yang ditulis
oleh Hadari Nawawi dalam bukunya.
Beberapa hasil dari
fatwa Majelis Tarjih dan Tadjid Muhammadiyah adalah sebagai berikut :
1.
Larangan
merokok
Agama
Islam (syariah) menghalalkan segala yang baik dan
mengharamkan khabaais (segala yang buruk), sebagaimana ditegaskan
dalam al-Quran,
وَيُحِلُّ
لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ
الْخَبَائِثَ [الأعراف 157]
Artinya: “… dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk … ”[Q. 7:157].
2.
Larangan
sistem bunga pada bank
Surat Ali Imran
(3): 130,
يآ أَيُّهاَ
الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا الرِّبوا أَضْعَافًا مُضعَفَةً وَاتَّقُوْا
الله لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ [آل عمران : 130] .
Artinya: Hai orang-orang beriman, janganlah kamu makan riba dengan
berlipat ganda, dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan
[Q. 3: 130].
3.
Larangan
bertato
إِنَّا
جَعَلْنَا مَا عَلَى اْلأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ
عَمَلاً
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang ada di bumi
sebagai perhiasan baginya agar kami menguji mereka siapakah di antara mereka
yang terbaik perbuatannya "(QS. AL-Kahfi {18}:7)
Dan firman Allah SWT;
قُلْ مَنْ
حَرَّمَ زِينَةَ اللهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ
الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
خَالِصَةً
يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya: “Katakanlah; ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari
Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-Nya, dan (siapakah yang
mengharamkan) rizki yang baik.’ Katakanlah; ‘Semuanya itu disediakan bagi
orang-orang yang beriman (dan tidak beriman) dalam kehidupan dunia, semata-mata
bagi orang yang beriman di hari kiamat. Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat
itu bagi orang-orang yang mengetahui’.” (QS. Al-A’raf {7}:32).
Dari
beberapa fatwa tersebut kita dapat mengetahui kegiatan pengambilan keputusan
dari organisasi Muhammadiyah yang mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadist.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Proses pengambilan keputusan yang baik ialah dengan skema sebagai
berikut :
1.
Mengenali/
identifikasi masalah
2.
Identifikasi
kriteria keputusan
3.
Mengalokasikan
berat kriteria
4.
Menyusun
alternatif
5.
Menganalisis
alternatif
6.
Memilih
sebuah alternatif
7.
Mengimplementasikan
alternatif terpilih
8.
Mengevaluasi
keefektifan keputusan
Pengambilan
keputusan menurut Islam sebenarkan tidak betentangan dengan pengambilan
keputusan menurut ahli barat, hanya saja pengambilan keputusan menurut Islam
lebih menekankan kepada hukum-hukum yang telah di tuliskan di dalam Al-Qur’an
dan Hadist. Sehingga hal tersebut lebih terlihat sempurna karena ada
batasan-batasan tertentu yang bertujuan untuk kebaikan bersama, bukan hanya
kebaikan bagi beberapa orang ataupun kelompok semata. Muhammadiyah adalah
sebuah organisasi massa yang didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad
Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan. Organisasi massa dibidang keagamaan
ini menggunakan pengambilan keputusan sesuai dengan Islam khususnya pada salah
satu lembaga yang dinamakan Lembaga Tarjih. Lembaga tersebut sangat kita
ketahui sangatlah kental menggunakan pengambilan keputusan sesuai Islam.
Organisasi tersebut lebih mengutamakan Ijtihad di bandingkan Taqlid dalam
pengambilan keputusannya, terutama dalam bidang fatwa/ pemutusan hukumnya.
B.
Kritik dan Saran
Makalah ini belumlah sempurna karena terkendala dalam penemuan
refrensi-refrensi yang terbatas. Maka alangkah pentingnya untuk mengembangkan
penelitian lebih lanjut yang di bahas dalam beberapa bab didalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Nawawi, Hadari. 1993. Kepemimpinan
menurut Islam. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Robbins,
Coulter. 2009. Manajemen edisi kedelapan. Jakarta : PT Indeks
Usman, Husani. 2008. Manajemen”Teori
Praktik &Riset Penddidikan. Jakarta Timur : PT Bumi Aksara
Http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-50-det-sejarah.html (Diakses pada hari Minggu tanggal 16 Maret 2014 pada pukul 17.37
WIB)
Http://www.fatwatarjih.com/
(Diakses pada hari Minggu tanggal 16 Maret 2014 pada pukul 17.40 WIB)
Http://ngelakar.blogspot.com/2013/05/bab-i-pendahuluan-a.html (Diakses pada hari Minggu tanggal 16 Maret 2014 pada pukul 17.40
WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar