KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA DAN SOLUSINYA
Hingga saat ini masalah pendidikan masih menjadi
perhatian khusus oleh pemerintah. Pasalnya Indeks Pembangunan Pendidikan Untuk
Semua atau education for all (EFA) di Indonesia menurun tiap tahunnya.
Tahun 2011 Indonesia berada diperingkat 69 dari 127 negara dan merosot
dibandingkan tahun 2010 yang berada pada posisi 65. Indeks yang dikeluarkan
pada tahun 2011 oleh UNESCO ini lebih rendah dibandingkan Brunei
Darussalam (34), serta terpaut empat peringkat dari Malaysia (65).
Salah satu penyebab rendahnya indeks pembangunan
pendidikan di Indonesia adalah tingginya jumlah anak putus sekolah. Sedikitnya
setengah juta anak usia sekolah dasar (SD) dan 200 ribu anak usia sekolah
menengah pertama (SMP) tidak dapat melanjutkan pendidikan. Data pendidikan
tahun 2010 juga menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus
sekolah. Bahkan laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan menunjukan bahwa
setiap menit ada empat anak yang putus sekolah.
Menurut Staf Ahli Kemendikbud Prof. Dr. Kacung Marijan,
Indonesia mengalami masalah pendidikan yang komplek. Selain angka putus
sekolah, pendidikan di Indonesia juga menghadapi berbagai masalah lain, mulai
dari buruknya infrastruktur hingga kurangnya mutu guru. Masalah utama
pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas
kurikulum yang belum standar, dan kualitas infrastruktur yang belum memadai.
Dalam dunia pendidikan guru menduduki posisi tertinggi
dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan karakter mengingat guru
melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang
kelas. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan.
Secara umum, kualitas guru dan kompetensi guru di
Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi
pendidikan, hingga saat ini dari 2,92 juta guru baru sekitar 51% yang
berpendidikan S-1 atau lebih sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1. Begitu
juga dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06 juta guru atau sekitar 70,5% guru
yang memenuhi syarat sertifikasi sedangkan 861.670 guru lainnya belum memenuhi
syarat sertifikasi.
Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata.
Kekurangan guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah terpencil
masing-masing adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia
kekurangan guru sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan
guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang
pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk
menjamin kelancaran proses belajar.
Kurikulum pendidikan di Indonesia juga menjadi masalah
yang harus diperbaiki. Pasalnya kurikulum di Indonesia hampir setiap tahun
mengalami perombakan dan belum adanya standar kurikulum yang digunakan. Tahun
2013 yang akan datang, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan akan melakukan
perubahan kurikulum pendidikan nasional untuk menyeimbangkan aspek akademik dan
karakter. Kurikulum pendidikan nasional yang baru akan selesai digodok pada
Februari 2013 itu rencananya segera diterapkan setelah melewati uji publik
beberapa bulan sebelumnya.
Mengingat sering adanya perubahan kurikulum pendidikan
akan membuat proses belajar mengajar terganggu. Karena fokus pembelajaran yang
dilakukan oleh guru akan berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru.
Terlebih jika inti kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama
sehingga mengakibatkan penyesuaian proses pembelajaran yang cukup lama.
Dari dulu hingga sekarang masalah infrastruktur
pendidikan masih menjadi hantu bagi pendidikan di Indonesia. Hal ini
dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang belum menerima bantuan untuk
perbaikan sedangkan proses perbaikan dan pembangunan sekolah yang rusak atau
tidak layak dilakukan secara sporadis sehingga tidak kunjung selesai.
Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini
Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam
kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268
ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila
dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT)
sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415, Sulawesi
Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa
Tengah 22.062, Jawa Timur 17.972, dan Sulawesi Barat 898.
Melihat begitu banyaknya masalah pendidikan di Indonesia
maka dibutuhkan solusi tepat untuk mengatasinya. Solusi yang dapat membatu
pemerintah untuk meringankan beban pendidikan di Indonesia.
Untuk membatu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan
adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan,
menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan
untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan
pemerintah, pihak swasta, dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama
memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggung jawab pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan, lembaga tersebut
melakukan pendampingan kepada guru-guru di Indonesia dan pemberian apresiasi
lebih kepada guru-guru kreatif. Pendampingan dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan profesionalitas, kreatifitas, dan kompetensi guru dengan model
pendampingan berupa seminar, lokakarya, konsultasi, pelatihan dan praktek.
Pendampingan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan yang didukung oleh
pemerintah dan pihak terkait.
Lembaga tersebut juga memediasi masyarakat, pendidik, dan
pihak terkait lainnya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dalam
memperbaiki kurikulum pendidikan. Diharapkan dengan adanya lembaga ini, ide-ide
kreatif untuk memperbaiki kurikulum pendidikan dapat tertampung dan pemerintah
dapat mempertimbangkan ide masyarakat untuk kebijakan yang dibuat.
Dalam meningkatkan kemampuan kepemimpinan guru, kepala
sekolah, dan pengelola sekolah, lembaga tersebut melakukan pendampingan guna
mewujutkan manajemen sekolah yang baik. Proses yang dilakukan berupa
konsultasi, lokakarya, dan pelatihan ditunjukan kepada guru, staf dan pimpinan
sekolah. Pihak manajemen sekolah diharapkan mampu membawa sekolah yang
dipimpinnya untuk berkembang dan meraih prestasi yang diharapkan.
Lembaga perantara tersebut juga berperan membantu
manajemen sekolah untuk mengembangkan kerjasama dengan instansi-instansi
terkait guna memperoleh dana pengembangan infrastruktur sekolah.Tidak hanya
itu, lembaga tersebut juga dapat menggalang dana dari sponsor untuk perbaikan
bangunan sekolah yang hampir rusak di wilayah terpencil.
Dukungan masyarakan, lembaga sosial, dan lembaga pers
memiliki fungsi dalam meningkatkan pemahaman pentingnya pendidikan melalui
penyebaran informasi. Oleh karena itu, lembaga tersebut mempunyai tugas untuk
meningkatkan dukungan tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak
masyarakat, lembaga sosial, dan pers. Dengan demikian informasi seputar
perbaikan mutu pendidikan di Indonesia dapat tersalurkan dengan mudah.
Masalah Pendidikan di Indonesia dan Solusinya
Hingga saat ini
masalah pendidikan masih menjadi perhatian khusus oleh pemerintah, pasalnya
indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau education for
all (EFA) di indonesia menurun tiap tahunnya tahun 2011 indonesia berada di
peringkat dari 127 negara dan merosot dibandingkan tahun 2010 yang berada pada
posisi 65 indeks yang dikeluarkan pada tahun 2011 oleh UNESCO ini lebih rendah
di bandingkan Brunei Darussalam (34) serta terpaut Malaysia (65). Salah satu
penyebab rendahnya indeks pembangunan pendidikan adalah tingginya anak jumlah
anak putus sekolah, sedikitnya setengah juta anak usia sekolah dasar (SD) dan
200 ribu anak usia sekolah menengah pertama (SMP) tidak dapat melanjutkan
pendidikan . data pendidkan juga menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun
terancam putus sekolah. Bahkan laporan Departemen pendidikan dan kebudayaan
menunjukan bahwa setiap menit ada empat anak putus sekolah.
Indonesia
mengalami masalah pendidikan yang komplek. Selain angka putus sekolah,
pendidkan di indonesia juga menghadapi berbagai masalah lain, mulai dari
buruknya insyruktur hingga kurangnnya mutu guru, msalah utama pendidikan di indonesia
adalah kualitas guru yang masih rendah, kualitas kurikulum yang belum standar
dan kualitas struktur yang memadai. Dalam dunia pendidikan guru menduduki
posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan karakter
memngingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam
pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimna
kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh kualitas guru
yang bersangkutan.
Untuk membantu
mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah
untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjalin kerja sama untuk memperoleh dana
pendidikan dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga
kerja sama tersebut bekerja sama dengan pemerintah, pihak swasta, dan kelompok
masyarakat untuk bersama-sama memperbaiki kualitas pendidikan di indonesia
mengingat tanggung jawab merupakan tanggung jawab bersama.
Masalah Pendidikan di Indonesia dan Solusinya
Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap
bidang pendidikan akan menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini
masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan karena
pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam
kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan
manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang
ada.
Masalah pertama adalah bahwa pendidikan,
khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan demikian
karena pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak
seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara
belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif).
Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah
disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang
belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai macam
kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan
sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan
sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang
sekarang sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia
siap pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang
dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi.
Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini
manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung industri. Itu
berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai
penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar.
Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga
pendidikan.
Masalah kedua adalah sistem pendidikan
yang top-down (dari atas ke bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo
Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank.
Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para peserta didik
(murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi
mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran
yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid
dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer
kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut
tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja yang disampaikan guru.
Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan
murid sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat
menindas para murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank
pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang
menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai
pengetahuan apa-apa.
Yang ketiga, dari model pendidikan yang
demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi
kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai
objek (yang adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru
bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari
akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah
sama-sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal
yang berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus
terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang
sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial,
budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini
penulis kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat
kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah
kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk
membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan
masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan menghargai keberadaan tradisi,
budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal ini, makna pendidikan menurut Ki
Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan.
Secara garis besar ada dua solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut,
yaitu:
1. Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah
sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui
sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan.
Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem
ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain
meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan
pendidikan.
2. Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut
hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya
untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan
kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan.
Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan
kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk
meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi
dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan
alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut
diharapkan pendidikan di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga
dapat menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian
pancasila dan bermartabat.
Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia. Factor-faktor yang bersifat teknis
diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya
biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru,
rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan
kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari
pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang
menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem
ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya
bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara
pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia.
|
Pemimpin
Harus Mengerti Pentingnya Pendidikan
|
[Agama dan
Pendidikan]
Sebuah
bangsa akan maju jika pemimpinnya mengerti dan perduli betapa pentingnya
pendidikan untuk masa depan bangsa. Karenanya pilihlah pemimpin yang mengerti
akan pentingnya sebuah pendidikan.
"Saat
ini kondisinya sangat menyedihkan, karena banyak dari pemimpin kita yang
tidak menyadari pentingnya pendidikan untuk masa depan bangsa," papar
Rektor Universitas Pancasila (UP) Edie Toet Hendratno, baru-baru ini.
Padahal
pendidikan investasi untuk jangka panjang, karenanya harus direncanakan
dengan matang. Jika tidak mulai membangun sistem pendidikan lebih baik, maka
akan mengalami kesulitan, baik dilihat dari sisi pembangunan atau dari pola
pemikiran masyarakatnya.
"Contoh
saja yang terjadi di Malaysia, dulu negara itu belajar ke Indonesia, sekarang
sudah terbalik, pendidikannya lebih baik dan pembangunan di negara tersebut
sangat membanggakan. Setiap tahunnya Malaysia menyekolahkan warga negaranya
ke luar negeri, sementara di Indonesia tidak. Jangankan untuk biaya sekolah
ke luar negeri, biaya di dalam negeri pun mahal, dan akhirnya banyak
masyarakat khususnya kelas bawah yang tidak melanjutkan sekolah,"
paparnya.
Oleh
karena itu, kata Edie, sebaiknya pilihlah pemimpin yang lulusan perguruan
tinggi atau orang kampus, mereka pasti sadar tentang pentingnya pendidikan.
"Harus memilih presiden yang berpendidikan, tapi bukan berarti presiden
harus yang profesor," katanya.
Menurut
Edie, jika kita nantinya mempunyai pemimpin yang mengerti akan pentingnya
pendidikan, maka apapun masalah yang menyangkut pendidikan baik dari segi
biaya maupun dari kurikulumnya tidak akan menyulitkan warganya. "Bahkan
pendidikan akan menjadi perhatian pertama," ungkap Edie.
Edie
menjelasan, pendidikan berpengaruh dan taruhan terhadap masa depan bangsa.
"Pendidikan itu penting dan hal ini tidak bisa ditawar lagi, tapi
kenyataan yang ada sekarang jumlah anggara APBN untuk pendidikan 20 persen,
tapi dijalankan tidak lebih dari tiga persen, itu menunjukkan komitmen
pemimpin kita tentang pendidikan masih rendah."
Menurut
Edie, jika para pemimpin kita atau para calon pemimpin kita kurang perduli
terhadap pendidikan maka dampaknya akan sangat berpengaruh baik dibidang
pendidikan sendiri, juga bagi pembangunan masa depan bangsa.
Jika hal
ini terjadi maka dampaknya akan sulit mendapat kualitas pemimpin yang baik,
juga pemimpin Indonesia nantinya tidak bisa menyeimbangi pemimpin di luar
negeri baik di bidang terknologi atau di bidang politik.
Ketika
ditanya, apa saja yang dilakukan perguruan tinggi agar para pemimpin
Indonesia lebih perduli pada pendidikan, Edie hanya berkomentar, pihaknya
sudah lelah, karena selalu memberi masukan tentang perkembangan dan dampaknya
jika pendidikan tidak diperhatikan, namun pemerintah masih kurang perduli.
"Kami lelah dan kami bukan sebagai pengambil keputusan," ujarnya.
Sementara
itu, sebagai rektor yang baru dilantik untuk periode 2004-2008 ini mempunyai
visi adalah mewujudkan UP sebagai lembaga pendidikan tinggi yang berkualitas,
berkembang dan sejahtera. Sedangkan misinya adalah menghasilkan lulusan
berkualitas dengan menggiatkan riset dan meningkatkan kesejahteraan dosen dan
karyawan.
Karenanya,
agar menghasilkan lulusan yang berkualitas maka berbagai kegiatan pendidikan
sampai sanksi pelanggaran amat diperhatikan. "Untuk sanksi misalnya,
diberikan bagi mereka yang melanggar peraturan seperti perkelahian antar
fakultas atau narkoba yaitu berupa membekukan kegiatan mahasiswa hingga
dikeluarkan," ujarnya.
Sudah
banyak mahasiswa yang dikeluarkan akibat ketahuan menggunakan narkoba. Sanksi
ini berlaku bagi seluruh mahasiswa tanpa terkecuali. "Untuk sanksi
pembekuan kegiatan, awalnya banyak yang menentang, tapi karena pihak kampus
keras dalam memberikan sanksi, mahasiswa pun akhirnya mengerti dan kini
hampir tidak ada lagi pelanggaran tersebut," ungka Edie. (djo).
|
Pentingnya Mendidik Pemilih Muda
Jika kita semua bersepakat untuk membangun sebuah
hipotesa ‘memilih (dalam pemilu) menentukan nasib bangsa’, maka dengan tegas
dapat disimpulkan nasib bangsa ini teranyata ada di tangan anak muda. Dengan
bahasa lain, jika anak muda bangsa ini mampu berperan dengan aktif dan cerdas
dalam pemilihan umum (Pemilu) maka baiklah nasib bangsa ini. Dan sebaliknya,
jika para anak muda ini tidak mengambil bagian, atau setidaknya tidak peduli
dengan perhelatan pemilihan pemimpin bangsanya, maka buruklah nasib bangsa ini.
` Alur berpikir seperti ini rasanya
tidak berlebihan. Lihat saja angka-angka jumlah pemilih muda pada beberapa
Pemilu terakhir. Pada tahun 2009 paling tidak terdapat 36 juta pemilih muda
dari 171 juta pemilih. Pemilu 2004, dari 147 juta pemilih, 27 juta pemilih
tergolong pemilih muda. Banyak pengamat memprediksi bahwa pada pemilu 2014
mendatang angka ini akan terus bertambah. Tidak tanggung-tanggung diperkirakan
angka pemilih muda akan mencapai 40% dari jumlah mata pilih yang ada.
Jika prediksi ini tidak meleset, maka hanya dengan
membidik segmen anak muda ini saja sudah dapat dipastikan memuluskan jalan
seorang calon presiden meraih kedudukan sebagai pemimpin puncak negeri ini.
Pada pemilihan presiden 2009 saja, suara yang diperoleh pasangan Susilo Bambang
Youdhoyono (SBY) dan Boediono hanya 60,80%. Artinya, jika berkaca pada hasil
ini, pemilih muda mendatang (40%) memiliki peran lebih dari separo (67%)
penentu kemenangan. Berita buruknya, alangkah celakanya negeri ini jika para
pemilih muda ini terabaikan dan tidak memiliki pendidikan politik yang baik. Di
sinilah peran penting pendidikan politik kaum muda.
Akhir-akhir ini agaknya ada kesadaran bersama (common
awareness) masyarakat Indonesia dari berbagai element untuk memberikan
perhatian lebih terhadap pendidikan politik para pemilih muda ini. Siapa
pemilih muda itu? Secara gamblang, mereka yang berumur 17 sampai dengan
29 tahun. Paling tidak ada dua alasan mendasar mengepa perhatian ini penting.
Pertama, jumlahnya yang relatif besar. Kedua, karakter dan perilaku politik
mereka yang ‘unik’. Unik karena tidak dapat dipungkiri segala atribut sifat
anak ‘muda’ seperti belum matang, suka hura-hura, masih labil, belum memiliki
visi yang jelas, dan lain sebagainya yang masih melekat erat. Lantas siapa saja
yang bisa berperan memberi pendidikan politik kepada mereka?
Sekolah dan Kampus
Pemilih muda yang berusia 17 sampai dengan 29 tahun
tersebut sudah dapat dipastikan mereka banyak menghabiskan waktu di sekolah dan
kampus. Pelajar di sekolah, mahasiswa di kampus. Sudah maksimalkah peran dua
institusi pendidikan ini untuk mendidik kesadaran politik mereka. Sekolah minsalnya,
sejauh mana sekolah berperan memberi pendidikan politik pada para pelajar?
Dengan beban mata pelajaran yang begitu banyak yang harus diajarkan di sekolah,
tidak mungkin ada perhatian khusus pada persoalan ini. Jika pun ada, itu pasti
hanya sebatas apa yang melekat (embedded) pada mata pelajaran tertentu
seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Tentu ini dirasa sangat tidak
cukup dibanding dengan segala persoalan dan problematika dalam dinamika politik
bangsa saat ini.
Begitu juga halnya dengan kampus. Dapat dipastikan tidak
semua mahasiswa mendapat pendidikan politik di kampusnya, kecuali mahasiswa
dari Fakultas Sosial dan Ilmu Politik. Sebagian besar dari mereka tidak
memiliki pengetahuan yang mupuni terhadap persoalan pemilihan umum. Labih-lebih
lagi di kampus para mahasiswa telah terkonsentrasi pada fakultas dan jurusan
yang mereka ambil. Mata kuliah-mata kuliah yang mereka miliki sudah sangat
khusus. Satu-satunya harapan terjadinya proses pendidikan politik para
mahasiswa terletak pada organisasi-oraganisasi kemahasiswaan baik internal mau
pun eksternal kampus. Namun hari ini, kita juga mulai mempertanyakan peran
serta organisasi-oraganisasi ini. Sering kali mahasiswa terjebak dan
terjerembab pada doktrinisasi organisasi tertentu yang sekali gus
‘mengkerangkeng’ kebebasan ‘berpolitik’ para mahasiswa. Lebih ekstrim lagi,
saya ingin mengatakan bahwa saat ini sudah banyak oraganisasi ekstra kampus
yang ditunggangi oleh kelompok atau golongan tertentu dengan kepentingan
politik tertentu sehingga para anggotanya tidak lagi bebas menentukan hak
politik mereka.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebenarnya memiliki andil
yang sangat penting dalam memberikan pendidikan politik kepada kaum muda ini.
Namun saat ini, kita menyadari KPU pun memiliki segudang persoalan yang harus
diselesaikan. Begitu juga dengan partai politik. Seharusnya juga dapat berperan
maksimal untuk mendidik mereka. Namun tidak banyak yang benar-benar ingin
melakukannya. Jika pun ada, sering kali bias kepentingan. Maka diperlukan sebuah
wadah independent yang berperan aktif mampu bekerja sama dengan semua pihak.
Center for Election and
Political Party (CEPP)
Ketika semua terbelenggu dengan segala problematika yang
ada untuk mendidik para pemilih muda ini, maka kita tidak boleh patah arang.
Membangun bangsa ini tidak cukup dengan hanya saling menyalahkan. Akan tetapi,
bagaimana kemudian semua elemen bangsa bersatu saling bahu membahu, saling
melengkapi, bekerja sama sepenuh hati demi kepentingan bangsa.
Kehadiran organisasi publik Center for Election and
Political Party (CEPP) di Provinsi Jambi diharapkan menjadi angin segar sekali
gus perekat semua elemen bangsa yang peduli terhadap pendidikan politik kaum
muda negeri ini, bil khusus di Provinsi Jambi. CEPP membulatkan tekat untuk menyatukan
semua pihak (sekolah, kampus, LSM, KPU, Partai Poltik, DPR, Banwaslu, dll)
untuk bekerja sama memberikan pendidikan politik pada gernerasi muda. Tentu,
kehadiran CEPP tidak hanya sebatas mendidik mereka untuk memilih dalam pemilu,
tetapi jauh dari itu CEPP akan mempersiapkan mereka untuk menjadi yang dipilih
pada umur Indonesia 100 tahun mendatang. Merekalah pemegang tampuk kekusaaan
itu. Maka mereka harus cerdas! Selamat atas Launching CEPP Jambi semoga
memberikan karya terbaik untuk anak bangsa negeri ini, amin.
Kriteria kualitas guru yang dibutuhkan dalam
pendidikan adalah
a. Guru sebagai perencana
b. Guru sebagai penginisiasi
c. Guru sebagai pemotivasi
d. Guru sebagai pengamat
e. Guru sebagai pengantisipasi[
f. Guru sebagai model
g. Guru sebagai pengevaluasi
h. Guru sebagai teman berjelajah bersama
anak didik
i. Promotor agar anak menjadi pembelajar
sejati
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pemimpin Dalam Manajemen
Pendidikan
Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam
faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh H. Jodeph Reitz
(1981) yang dikutif Nanang Fattah, sebagai berikut :
1. Kepribadian (personality), pengalaman masa
lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan
pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
2. Harapan dan perilaku atasan.
3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan
mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan
mempengaruhi gaya pemimpin.
5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan
dan perilaku bawahan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin
dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk
berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai
apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara
atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki
pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan
dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.
Selanjutnya peranan
seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto, sebagai
berikut :
1. Sebagai
pelaksana (executive)
2. Sebagai perencana
(planner)
3. Sebagai seorangahli
(expert)
4. Sebagai mewakili
kelompok dalam tindakannya ke luar (external group representative)
5. Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-anggota
kelompok (controller of internal relationship)
6. Bertindak sebagai pemberi gambaran/pujian atau
hukuman (purveyor of rewards and punishments)
7. Bentindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator
and mediator)
8. Merupakan bagian dari kelompok (exemplar)
9. Merupakan lambing dari pada kelompok (symbol of the
group)
10. Pemegang tanggung jawab para anggota kelompoknya
(surrogate for individual responsibility)
11. Sebagai pencipta/memiliki cita-cita
(ideologist)
12. Bertindak sebagai seorang aya (father figure)
Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu
kepemimpinan harus memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga
bahwa pemimpin memiliki tugas yang embannya, sebagaimana menurut M. Ngalim
Purwanto, sebagai berikut :
1. Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan
keinginan kelompoknya.
2. Dari keinginan itu dapat dipetiknya
kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai.
3. Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang
menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan
khayalan.
Tugas pemimpin
tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas
yang harus dilaksanaknya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses
di mana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai
pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.
Untuk keberhasilan
dalam pencapaian suatu tujuan diperlukan seorang pemimpian yang profesional, di
mana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta
melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Di samping itu pemimpin harus
menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya
suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu
kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama
yang telah ditetapkan.
Berdasarkan pada uraian
tersebut di atas, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut :
1. Hendaknya para pemimpin, khususnya
pemimpin dalam bidang pendidikan dalam melaksanakan aktivitasnya
kepemimpinannya dalam mempengaruhi para bawahannya berdasarkan pada
kriteria-kriteria kepemimpinan yang baik.
2. Dalam membuat suatu rencana atau
manajemen pendidikan hendaknya para pemimpin memahami keadaan atau kemampuan
yang dimiliki oleh para bawahannya, dan dalam pembagian pemberian tugas sesuai
dengan kemampuannya masing-masing.
3. Pemimpin hendaknya memahami betul akan
tugasnya sebagai seorang pemimpin.
4. Dalam melaksanakan akvititasnya baik pemimpin
ataupun yang dipimpin menjalin suatu hubungan kerjsama yang saling mendukung
untuk tercapainya tujuan organisasi atau instnasi.
Syarat-Syarat
Pemimpin YangBaik
Pengembangan
kemampuan itu adalah suatu proses yang berlangsung terus menerus dengan maksud
agar yang bersangkutan semakin memiliki ciri-ciri kepemimpinan. Walaupun belum
ada kesatuan pendapat para ahli mengenaisyarat-syarat ideal yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin, akan tetapi beberapa di antaranya yang terpenting adalah
sebagai berikut :
1. Kekuatan atau energi
Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan lahiriah dan rokhaniah
sehingga mampu bekerja keras dan banyak berfikir untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi.
2. Penguasaan emosional
Seorang pemimpin harus dapat menguasai perasaannya dan tidak mudah
marah dan putus asa.
3. Pengetahuan mengenai hubungan
kemanusiaan
Seorang pemimpin harus dapat mengadakan hubungan yang manusiawi
dengan bawahannya dan orang-orang lain, sehingga mudah mendapatkan bantuan
dalam setiap kesulitan yang dihadapinya.
4. Kecakapan berkomunikasi
Kemampuan menyampaikan ide, pendapat serta keinginan dengan baik
kepada orang lain, serta dapat dengan mudah mengambil intisari pembicaraan.
5. Kemampuan teknis kepemimpinan mengetahui
azas dan tujuan organisasi.
Mampu merencanakan, mengorganisasi, mendelegasikan wewenang,
mengambil keputusan, mengawasi, dan lain-lain untuk tercapainya tujuan. Seorang
pemimpin harus menguasai baik kemampuan managerial maupun kemampuan teknis
dalam bidang usaha yang dipimpinnya.
6. Percaya terhadap kemampuan orang
lain
Setiap orang akan senang jika mereka merasa dipercaya dan banyak
orang akan mengerjakan apa saja untuk memenuhi kepercayaan tersebut. Berilah kepercayaan
kepada orang yang kita pimpin sesuai dengan kemampuan dan wilayah kerjanya,
namun sampaikan terlebih dahulu dengan jelas apa yang harus dia lakukan.
7. Mendengar apa yang disampaikan
orang lain
Dengarkan dan perhatikan apa yang di sampaikan orang lain disekitar
kita, ketika hal tersebut dilakukan sesungguhnya kita membangun hubungan
terhadap orang lain dan mereka akan merasa dihargai. Karena pada dasarnya
setiap orang pasti ingin dirinya dihargai, maka berikanlah hal itu. Orang yang
tidak pernah menghargai orang lain, jangan pernah berharap dia akan dihargai
apalagi dicintai.
8. Kemampuan memahami orang lain
Setiap orang sebenarnya ingin didengar, dihormati dan dipahami,
ketika orang melihat bahwa mereka dipahami, mereka akan merasa dimotivasi dan dipengaruhi
secara positif. Sesungguhnya cara paling halus dan jitu untuk mempengaruhi dan
mengambil hati orang lain adalah dengan memahami dan mendengarkan apa yang dia
sampaikan. Berikan sepenuhnya apa yang sudah menjadi hak mereka tanpa harus
melalaikan pendidikan untuk mereka sadar akan kewajiban mereka juga.
9. Menjadi arah (navigator) bagi
orang lain
Berarti mengidentifikasi tempat tujuan. Ketika seseorang memiliki
potensi pribadinya maka ia memerlukan arah untuk mengembangkan potensi
tersebut. Dengan mengarahkan orang lain kepada kesuksesan, tanpa kita sadari
kita pun telah melatih diri kita untuk menjadi pribadi yang lebih sukses. Ilmu
kita meningkat, pengalaman kita bertambah, kemampuan kita semakin diasah,
relasi atau jaringan kita bertambah dan kebaikan kita pun berlipat ganda.
Sungguh sebuah multiple effect yang luar biasa.
10. Memperlengkapi orang lain
Artinya ketika kita mempercayakan orang lain dengan sebuah
keputusan penting maka kita harus dengan senang mendukungnya. Ketika kita
memberi wewenang kepada orang lain maka kita telah meningkatkan kemampuan orang
lain tanpa menurunkan kemampuan kita. Maksudnya jika seorang pemimpin telah
mampu mendelegasikan tugas dengan baik kepada bawahannya, berarti ia telah
membuat langkah cerdas dalam kerjanya, tugas yang tercapai lebih banyak dan
lebih cepat. Bawahannya semakin pintar dan pada akhirnya tujuan bersama pun
tercapai dengan hasil terbaik. Namun syarat sebelum pendelegasian adalah
berikan penjelasan dan ilmu sampai orang yang kita delegasikan tersebut paham
benar tentang apa yang harus ia lakukan.
Kewirausahaan Kepala Sekolah
Istilah wirausaha berasal
dari kata entrepreneur (bahasa Francis) yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris dengan arti between taker atau go-between.
(Buchari, 2006: 20). Menurut Suparman Sumohamijaya istilah wirausaha sama
dengan istilah wiraswasta. Wiraswasta berarti keberanian, keutamaan dan
keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan
kekuatan yang ada pada diri sendiri (Sumohamijaya, 1980: 115).
Kewirausahaan merujuk pada sifat,
watak dan ciri-ciri yang melekat pada individu yang mempunyai kemauan keras
untuk mewujudkan dan mengembangkan gagasan kreatif dan inovatif yang dimiliki ke dalam
kegiatan yang bernilai. Jiwa dan sikap kewirausahaan tidak hanya dimiliki oleh
usahawan, melainkan pula setiap orang yang berpikir kreatif dan bertindak
inovatif. Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan
dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari dan memanfaatkan peluang menuju sukses
Menjadi wirausahawan berarti memiliki kemauan dan
kemampuan menemukan dan mengevaluasi peluang, mengumpulkan sumber daya yang
diperlukan dan bertindak untuk memperoleh keuntungan dari peluang itu. Mereka
berani mengambil risiko yang telah diperhitungkan dan menyukai tantangan dengan
risiko moderat. Wirausahawan percaya dan teguh pada dirinya dan kemampuannya
mengambil keputusan yang tepat. Kemampuan mengambil keputusan inilah yang merupakan ciri khas dari wirausahawan.
Karakteristik kewirausahaan menyangkut tiga dimensi, yakni inovasi, pengambilan risiko dan proaktif.
Sifat inovatif mengacu pada pengembangan produk, jasa atau proses unik yang
meliputi upaya sadar untuk menciptakan tujuan tertentu, memfokuskan perubahan
pada potensi sosial ekonomi organisasi berdasarkan pada kreativitas dan intuisi
individu. Pengambilan risiko mengacu pada kemauan aktif untuk mengejar peluang.
Sedangkan dimensi proaktif mengacu pada sifat assertif dan implementasi teknik
pencarian peluang “pasar” yang terus-menerus dan bereksperimen untuk mengubah
lingkungannnya.
Jiwa, sikap dan perilaku kewirausahaan memiliki ciri-ciri
yakni: (1) penuh percaya diri, dengan indikator penuh keyakinan, optimis,
disiplin, berkomitmen dan bertanggungjawab; (2) memiliki inisiatif, dengan
indikator penuh energi, cekatan dalam bertindak dan aktif; (3) memiliki motif
berprestasi dengan indikator berorientasi pada hasil dan berwawasan ke depan; (4)
memiliki jiwa kepemimpinan dengan indikator berani tampil beda, dapat dipercaya
dan tangguh dalam bertindak; dan (5) berani mengambil risiko dengan penuh
perhitungan.
Percaya diri dan keyakinan dijabarkan ke dalam karakter
ketidaktergantungan, individualitas dan optimis. Ciri kebutuhan akan
berprestasi meliputi karakter berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad
dan kerja keras, motivasi yang besar, energik dan inisiatif. Kemampuan
mengambil risiko berarti suka pada tantangan. Berlaku sebagai pemimpin berarti
dapat bergaul dengan orang lain (bawahan), menanggapi saran dan kritik,
inovatif, fleksibel, punya banyak sumber, serba bisa dan mengetahui banyak.
Disamping itu, wirausahawan mempunyai pandangan ke depan dan perspektif yang
maju.
Aksioma yang mendasari proses kewirausahaan adalah adanya
tantangan untuk berpikir kreatif dan bertindak inovatif sehingga
tantangan teratasi dan terpecahkan. Ide kreatif dan inovatif wirausaha
tidak sedikit yang diawali dengan proses imitasi dan duplikasi, kemudian
berkembang menjadi proses pengembangan dan berujung pada proses penciptaan
sesuatu yang baru, berbeda dan bermakna. Tahap penciptaan sesuatu yang baru,
berbeda dan bermakna inilah yang disebut tahap kewirausahaan.
Menurut Hakim (1998: 34), ada empat unsur yang membentuk
pola dasar kewirausahaan yang benar dan luhur, yaitu: (1) sikap mental, (2)kepemimpinan,
(3)ketatalaksanaandan (4) keterampilan. Dengan demikian,
wirausahawan harus memiliki ciri atau sifat tertentu sehingga dapat disebut
wirausahawan. Secara umum, seorang wirausahawan perlu memiliki ciri percaya
diri, berorientasi tugas dan hasil, berani mengambil risiko, memiliki jiwa
kepemimpinan, orisinalitas dan berorientasi masa depan.
Dengan demikian, wirausaha dalam konteks persekolahan
adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem kegiatan
suatu lembaga yang bebas dari keterikatan lembaga lain. Sebagian besar
pendorong perubahan, inovasi dan kemajuan dinamika kegiatan di sekolah akan
datang dari kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha. Wirausaha adalah orang
yang mempunyai tenaga dan keinginan untuk terlibat dalam petualangan inovatif.
Wirausaha juga memiliki kemauan menerima tanggung jawab pribadi dalam
mewujudkan keinginan yang dipilih.
Seorang wirausaha memiliki daya inovasi yang
tinggi, dimana dalam proses inovasinya menunjukkan cara-cara baru yang lebih
baik dalam mengerjakan pekerjaan. Dalam kaitannya dengan tugas kepala sekolah,
kebanyakan di antaranya tidak menyadari keragaman dan keluasan bidang yang
menentukan tindakannya guna memajukan sekolah. Mencapai kesempurnaan dalam
melakukan rencana merupakan sesuatu yang ideal dalam mengejar tujuan, tetapi
bukan merupakan sasaran yang realistik bagi kebanyakan kepala sekolah yang
berjiwa wirausaha. Bagi kepala sekolah yang realistik hasil yang dapat diterima
lebih penting daripada hasil yang sempurna. Setiap orang termasuk kepala
sekolah yang kreatif dan inovatif adalah individu yang unik dan spesifik.
Kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha pada umumnya mempunyai tujuan dan pengharapan tertentu yang dijabarkan
dalam visi, misi, tujuan dan rencana strategis yang realistik. Realistik
berarti tujuan disesuaikan dengan sumber daya pendukung yang dimiliki. Semakin
jelas tujuan yang ditetapkan semakin besar peluang untuk dapat meraihnya.
Dengan demikian, kepala sekolah yang berjiwa wirausaha harus memiliki tujuan
yang jelas dan terukur dalam mengembangkan sekolah. Untuk mengetahui apakah
tujuan tersebut dapat dicapai maka visi, misi, tujuan dan sasarannya
dikembangkan ke dalam indikator yang lebih terinci dan terukur untuk
masing-masing aspek atau dimensi. Dari indikator tersebut juga dapat
dikembangkan menjadi program dan sub-program yang lebih memudahkan
implementasinya dalam pengembangan sekolah.
Untuk menjadi kepala sekolah yang berjiwa wirausaha
harus menerapkan beberapa hal berikut: (1) berpikir kreatif -inovatif,
(2) mampu membaca arah perkembangan dunia pendidikan, (3) dapat menunjukkan
nilai lebih dari beberapa atau seluruh elemen sistem persekolahan yang
dimiliki, (4) perlu menumbuhkan kerjasama tim, sikap kepemimpinan, kebersamaan
dan hubungan yang solid dengan segenap warga sekolah, (5) mampu membangun
pendekatan personal yang baik dengan lingkungan sekitar dan tidak cepat berpuas
diri dengan apa yang telah diraih, (6) selalu meng-upgrade ilmu pengetahuan
yang dimiliki dan teknologi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas ilmu
amaliah dan amal ilmiahnya, (7) bisa menjawab tantangan masa depan dengan
bercermin pada masa lalu dan masa kini agar mampu mengamalkan konsep manajemen
dan teknologi informasi.
Sementara itu, Murphy & Peck (1980: 8 ) menggambarkan
delapan anak tangga untuk mencapai puncak karir. Delapan anak tangga ini dapat
pula digunakan oleh seorang kepala sekolah selaku wirausaha dalam mengembangkan
profesinya. Kedelapan anak tangga yang dimaksud adalah: (1) mau bekerja keras.
(2) bekerjasama dengan orang lain. (3) penampilan yang baik. (4) percaya diri.
(5) pandai membuat keputusan. (6) mau menambah ilmu pengetahuan. (7) ambisi
untuk maju (8) pandai berkomunikasi.
Kemampuan kepala sekolah yang berjiwa wirausaha dalam berinovasi sangat menentukan keberhasilan sekolah yang dipimpinnya
karena kepala sekolah tersebut mampu menyikapi kebutuhan, keinginan dan harapan
masyarakat akan jasa pendidikan bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, jika Anda
ingin sukses memimpin sekolah jadilah individu yang kreatif dan inovatif dalam
mewujudkan potensi kreativitas yang dimiliki dalam bentuk inovasi yang
bernilai.
Standar Kualifikasi Kepala Sekolah
Menurut permendiknas
nomer 13 tahun 2007 terdapat beberapa kualifikasi untuk dapat menjadi kepala
sekolah yaitu kualifikasi umum dan kualifikasi khusus :
1. Kuakifikasi umum kepala sekolah/madrsah
adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kualifikasi akademik
sarjana (S1) atau diploma empat (D-4) kependidikan/non kependidikan pada
perguruan tinggi yang terakreditasi.
b. Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah
berusia setinggi-tingginya 56 tahun.
c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya
5 tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di taman
kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman mengajar
sekurang-kurangnya 3 tahun di TK/RA; dan
d. Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c
bagi pegawai negeri sipil (PNS) & bagi Non PNS disertakan dengan
kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.
2. Kualifikasi khusus kepala sekolah/madrasah
meliputi :
a. Kepala Taman Kanak-Kanak/Raudhatul
Athfal (TK/RA) adalah sebagai berikut :
1) Berstatus sebagai guru TK/RA
2) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru
TK/RA
3) Memiliki sertifikat kepala TK/RA yang
diterbitkan oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah.
b. Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI) adalah sebagi berikut :
1) Berstatus sebagaiguru SD/MI
2) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru
SD/MI; dan
3) Memiliki sertifikat kepala SD/MI yang
diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah.
c. Kepala Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) adalah sebagai berikut:
1) Berstatus sebagai guru SMP/MTS
2) Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru
SMP/MTs; dan
3) Memeilik sertifikat kepala SMP/MTs yang
diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
d. Kepala Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut :
1) Berstatus sebagai guru SMA/MA;
2) Memiliki serifikat pendidik sebagi guru
SMA/MA; dan
3) Memiliki sertifikat kepala SMA/MA yang
diterbitkan oleh lembaga yang ditetapakan pemerintah
e. Kepala Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai berikut :
1) Berstatus sebagai guru SMK/MAK;
2) Memiliki serifikat pendidik sebagi guru
SMK/MAK; dan
3) Memiliki sertifikat kepala SMK/MAK yang
diterbitkan oleh lembaga yang ditetapakan pemerintah
f. Kepala Sekolah Dasar Luar
Biasa/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (
SDLB/SMPLB/SMALB) adalah sebagai berikut :
1) Berstatus sebagai guru pada satuan
pendidikan SDLB/SMPLB/SMALB;
2) Memiliki serifikat pendidik sebagi guru
SDLB/SMPLB/SMALB; dan
3) Memiliki sertifikat kepala
SDLB/SMPLB/SMALB yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapakan pemerintah.
g. Kepala Sekolah Indonesia Luar Negeri
adalah sebagai berikut :
1) Memiliki pengakuan sekurang-kurangnya 3
tahun sebagai kepala sekolah.
2) Memiliki serifikat pendidik sebagi guru
pada slah satu satuan pendidikan
3) Memiliki sertifikat kepala sekolah yang
diterbitkan oleh lembaga yang ditetapakan pemerintah.
C. Persyaratan Kepala
Sekolah
Pesyaratan untuk
menjadi kepala sekolah, tercantum dalam Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010
Tentang Syarat-syarat Kepala Sekolah pasal 2, yaitu :
1) Guru dapat diberi tugas tambahan sebagai
kepala sekolah/madrasah apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan
khusus.
2) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi :
a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa;
b) memiliki kualifikasi akademik paling
rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan
perguruan tinggi yang terakreditasi;
c) berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh
enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/madrasah;
d) sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat
keterangan dari dokter Pemerintah;
e) tidak pernah dikenakan hukuman disiplin
sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f) memiliki sertifikat pendidik;
g) pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali
di taman kanakkanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman
mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB;
h) memiliki golongan ruang serendah-rendahnya
III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan
dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang
dibuktikan dengan SK inpasing;
i) memperoleh nilai amat baik
untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru
dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang
sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
j) memperoleh nilai baik untuk
penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
3) Persyaratan khusus guru yang diberi tugas
tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah meliputi:
a) berstatus sebagai guru pada jenis atau
jenjang sekolah/madrasah yang sesuai dengan sekolah/madrasah tempat yang
bersangkutan akan diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah;
b) memiliki sertifikat kepala
sekolah/madrasah pada jenis dan jenjang yang sesuai dengan pengalamannya
sebagai pendidik yang diterbitkan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan
Direktur Jenderal.
4) Khusus bagi guru yang diberi tugas
tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah Indonesia luar negeri, selain memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) butir a dan b juga harus memenuhi
persyaratan khusus tambahan sebagai berikut:
a) memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun sebagai kepala sekolah/madrasah;
b) mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan
atau bahasa negara dimana yang bersangkutan bertugas; mempunyai wawasan luas tentang seni dan
budaya Indonesia sehingga dapat mengenalkan dan mengangkat citra Indonesia di
tengah-tengah pergaulan internasional.
Syarat-syarat Guru yang Diberi Tugas Sebagai Kepala
Sekolah
Guru dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala
sekolah apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus
Persyaratan umum meliputi :
- beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa
- usia setinggi-tingginya 56 tahun
- sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter
- tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku
- aktif mengajar dan/atau membimbing skurang-kurangnya 5 tahun pada sekolah yang setingkat dan sejenis dengan sekolah yang akan menjadi tempat bertugas
DP3 serendah-rendahnya memperoleh nilai amat baik
untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya dalam 2
(dua) tahun terakhir
Persyaratan Khusus
- calon kepala TK, berijazah serendah-rendahnya Diploma II PGTK atau yang sederajat dan telah memiliki jabatan Guru Muda
- calon kepala SD, berijazah serendah-rendahnya diploma II PGSD atau yang sederajat dan telah memiliki jabatan Guru Muda Tk.I
- calon kepala SDLB, berijazah serendah-rendahnya Diploma III Pendidikan Luar Biasa (PLB)/Sarjana Muda PLB (pendidikan khusus) dan memiliki jabatan Guru Muda Tk.I
- calon kepala SLTP, berijazah serendah-rendahnya Sarjana (S1) dan memiliki jabatan Guru madya
- calon kepala SMU, berijazah serendah-rendahnya Sarjana(S1) dan memiliki jabatan Guru Dewasa
- calon kepala SMk :
- berijazah serendah-rendahnya Sarjana (S1) dan memiliki jabatan Guru Dewas
- memiliki pengetahuan tentang hubungan kerja dan kerjasama dengan dunia usaha atau dunia industri
- memiliki wawasan tentang unit produksi
- calon kepala SLB berijazah serendah-rendahnya Sarjana (S1) dan memiliki jabatan Guru Dewasa
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud di
atas calon kepala SMU,SMK, dan SLB diutamakan bagi mereka yang dapat
berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dan atau Bahasa Asing lainnya.
Persyaratan Kepala
Sekolah
Syarat-syarat umum bagi
guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah menurut
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan
Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah, pasal 2 ayat (2) adalah sebagai berikut :
·
beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
·
memiliki kualifikasi
akademik paling rendah sarjana (SI) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau
nonkependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi;
·
berusia
setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama
sebagai kepala sekolah/madrasah;
·
sehat jasmani dan
rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah;
·
tidak pernah dikenakan
hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
·
memiliki sertifikat
pendidik;
·
pengalaman mengajar
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah
masing-masing, kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak
luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun di TK/RA/TKLB;
·
memiliki golongan ruang
serendah-rendahnya Ill/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru
bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau
lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing;
·
memperoleh nilai amat
baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian Iainnya sebagai
guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang
sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
·
memperoleh nilai baik
untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Sedangkan persyaratan
khusus guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah sesuai
dengan pasal 2 ayat (3) meliputi:
1. berstatus sebagai guru pada jenis atau jenjang sekolah/madrasah yang sesuai
dengan sekolah/madrasah tempat yang bersangkutan akan diberi tugas tambahan
sebagai kepala sekolah/madrasah;
2. memiliki sertifikat kepala sekolah/madrasah pada jenis dan jenjang yang
sesuai dengan pengalamannya sebagai pendidik yang diterbitkan oleh lembaga yang
ditunjuk dan ditetapkan Direktur Jenderal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar